TRENGGALEK – Standar harga satuan barang dan jasa, terutama pada batu pecah (koral) di Kabupaten Trenggalek tak lagi sesuai dengan harga di lapangan. Hal itu menyebabkan rekanan tercekik untuk mencari bahan material yang sesuai dengan pagu.
Ketua Gabungan Perusahaan Konsruksi Indonesia (Gabpeksi) Kabupaten Trenggalek Bambang Wahyudi mengatakan, beranjak dari SK Bupati Trenggalek 18 8.4- 5/ 5 8 6 / 40 6.001.3/2020 tentang Standar Satuan Barang dan Jasa menyebutkan, ada lima jenis batu pecah yang dibedakan sesuai ukuran batu.
Biasanya pengusaha konstruksi akan menggunakan batu pecah berukuran 2-3 sentimeter (cm) untuk keperluan pengecoran. Namun, harga batu pecah jenis itu Rp 295.909 per kubik. Menurutnya, standar harga yang dipasang di SK Bupati Treng galek itu tak lagi sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
Pasalnya, harga batu bongkah (belum dipecah, Red) itu sudah sekitar Rp 203.000. Dan, sambung Bambang, ketika batu bongkah itu dipecah tidak sampai satu kubik. “Itu lucu, ketika belum dibelah saja sudah Rp 203 ribu, padahal ketika batu diproses menjadi batu ko ral tak sampai satu kubik,” ungkapnya.
Pihaknya pun menyayangkan, pemasangan harga satuan dalam SK itu terkesan mengesampingkan aspek penyusutan, utamanya pada proses pengolahan menjadi batu koral. “Pasti susut, dan tidak ada rongga lagi. Batu itu tak bisa jadi satu kubik,” imbuhnya.
Selain itu, Bambang juga menyayangkan, standardisasi harga satuan barang dan jasa itu sebetulnya sudah di-update secara berkala. Namun, harga yang dipasang itu terkesan tidak wajar. (tra/c1/dfs/rka)