TULUNGAGUNG – Di tengah guyuran hujan yang mengguyur Pura Penataran Luhur Candi Dadi di Desa Wajak Kidul masih terlihat antusias umat Hindu yang datang untuk merayakan Hari Raya Galungan kemarin sore (8/6). Suasana pura ramai, hingga mencapai 100 umat yang hadir, akibat Covid-19 mereda.
Suasana sakral tercipta di pura yang lokasinya berada di dekat Candi Dadi ini. Sebab, para umat Hindu merayakan hari kemenangan Dharma atas Adharma atau lazim disebut Hari Raya Galungan. Dengan berpakaian khas putih dan selendang ikat warna kuning. Mereka duduk bersila dan di depannya ada bungkusan daun pisang yang berisi bunga.
Ketika pemimpin atau pemuka agama Hindu melantunkan mantra yang berada di pelataran candi, para umat juga ikut tenggelam dalam kekhusyukan dan berkomunikasi kepada Sang Pencipta. Hingga pada akhir sembahyang, pemimpin upacara memberikan dupa pada ketiga bangunan pada pura tersebut. Setelah itu, para jamaah diguyur air hasil dari mantra-mantra yang diucapkan saat awal sembahyang.
“Sesungguhnya dalam Hari Raya Galungan ini harus selalu mengendalikan 3 hal nafsu yang ada pada diri manusia, yang disebut dengan tributa galungan. Tributa itu di antaranya, buta dungulan, nafsu galungan dan buta amangkurat,” ujar salah satu umat Hindu, I Nengah Sutedja.
Sutedja sapaan akrabnya, menjelaskan jika buta dungulan yaitu nafsu yang selalu ingin menang sendiri. Kedua nafsu galungan disitu adalah segala nafsu yang ada pada diri manusia dimana nafsu itu yang selalu ingin selalu didepan dan merasa benar. Terakhir, adalah buta amangkurat yaitu nafsu yang selalu menginginkan sesuatu didalam batin yang justru akan menjadikan orang menjadi serakah.
Dia menegaskan, bahwa musuh sesungguhnya yang paling berat pada diri manusia adalah hawa nafsu. Sehingga inilah yang perlu dikendalikan, apabila dilihat dari prinsip bangsa Indonesia ini muncullah toleransi. Apabail toleransi selalu ditegakkan dan tidak mementingkan hawa nafsu, Indonesia akan selalu aman.
“Saya bersyukur banyak umat Hindu yang kebetulan banyak yang bisa hadir. Bahkan saat hujan, mereka tetap menyempatkan untuk ke pura dan merayakan Hari Raya Galungan. Inilah bukti kami harus sesuai dengan ajaran kepada tuhan, salah satunya trihitakarana yaitu tidak bisa lepas dari satu dengan yang lain,” jelasnya.
Pria yang juga sebagai Kapolsek Sumbergempol ini menambahkan, saat peringatan Hari Raya Galungan ini para umat Hindu telah berani dan mengalah perbuatan-perbuatan yang kurang baik selama enam bulan. Selain itu, sebelum perayaan hari raya itu mereka harus melakukan topo broto atau pengendalian diri. Selama tiga hari, untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu sehingga ketika hari raya dapat menyatakan kemenangan. Dia berharap dari peringatan Hari Raya Galungan ini umat Hindu bisa bermanfaat bagi siapa saja. (jar/din)