KABUPATEN BLITAR – Satu kompleks di Desa Siraman, Kecamatan Kesamben, menyediakan menu kuliner khas. Yakni, sate bekicot alias 02. Pada momen tertentu, usaha turun-temurun itu mampu menghabiskan lebih dari 1 kuintal per hari.
Jalan Raya Wlingi-Karangkates masuk Kecamatan Kesamben selalu ramai dipadati kendaraan. Meski tak sampai macet, tapi lalu lintas kendaraan besar cukup padat. Tak jauh dari jalur nasional itu, ada satu gang yang cukup unik. Itu karena terdapat deretan warung dengan menu sama. Yakni, siput atau yang biasa disebut dengan bekicot alias 02. Tepatnya di Jalan Hasan Ahmad, Desa Siraman, Kecamatan Kesamben.
Konon kuliner itu sudah ada sejak puluhan tahun silam. Meski menunya tak begitu populer, faktanya para penjual di sana tetap eksis dan mampu bersaing dengan banyak kudapan kekinian. “Setiap pulang dari Malang, saya pasti mampir,” ungkap Faetony, salah seorang pelanggan.
Tak hanya masyarakat Kabupaten Blitar, sate bekicot di sana juga menjadi jujukan bagi masyakat luar daerah. Tidak hanya kalangan tua, banyak pemuda yang juga menjadikan sate bekicot sebagai menu favorit mereka. Utamanya para pengguna jalan yang sering lalu lalang di jalur antardaerah tersebut. “Tidak mahal, hanya Rp 10 ribu per porsi. Itu sudah termasuk seporsi nasi,” tuturnya.
Hal ini tidak begitu mengejutkan. Pasalnya, para pelaku usaha kuliner di tempat itu mampu mengolah binatang berlendir ini menjadi santapan yang enak. Selain itu, ada beberapa manfaat lain yang dipercaya masyarakat ketika mengonsumsinya. Misalnya, dapat menyembuhkan asma dan penyakit lain. “Konon bekicot ini dapat meningkatkan stamina tubuh,” imbuh warga asal Tulungagung tersebut.
Ada sekitar enam warung sate bekicot di salah satu gang Desa Siraman. Hampir semua warung itu merupakan warisan turun-temurun dari orang tuanya. Untuk itu, tak heran jika warung sate 02 berjejer berdampingan. “Sudah lama, ini warisan dari orang tua kami,” kata Sumaji, salah seorang pemilik warung sate bekicot.
Tak hanya Sumaji yang mengalami hal tersebut. Artinya, mendapatkan warisan kuliner dari orang tua. Beberapa pedagang lain juga memiliki riwayat yang mirip, yakni melanjutkan usaha para pendahulu mereka.
Tak hanya ide kuliner, para penerus usaha ini juga tidak berani mengutak-atik bumbu yang diwariskan. Meskipun kadang generasi sekarang memiliki kecenderungan rasa yang tidak sama. “Kami juga tidak berani ubah bumbu. Jadi, racikannya sejak dulu yang seperti ini,” katanya.
Sumaji menyebut, olahan bekicot tidak hanya dibuat untuk sate. Sebagian juga dimasak dengan menu sambal goreng bekicot. Sambal goreng bekicot dimasak dengan bumbu pedas sehingga cocok bagi para penikmat makanan pedas. “Sambal goreng bekicot ini dimasak sampai kering. Terus ada juga yang krecek atau keripik bekicot. Jadi bisa dimasak kembali,” imbuhnya.
Warung sate 02 yang dikelola Sumaji ini mampu menghabiskan sekitar 1 kuintal bekicot per hari. Bahkan pada momen tertentu, dia harus menyediakan lebih banyak karena peningkatan permintaan. Biasanya, warung sate 02 akan ramai pengunjung saat Lebaran dan setelah lebaran. “Kalau pas ada momen harus siap bekicot lebih banyak,” terangnya.
Selama ini, para pelaku usaha sate bekicot ini tidak pernah kesulitan bahan baku. Betapa tidak, selain sudah ada langganan penyuplai bekicot di area blitar, sebagian juga dikirim dari luar daerah. Ini dalam bentuk mentah sehingga Sumaji dan para pelaku usaha kuliner harus bersusah payah untuk memisahkan cangkang dan daging sendiri. “Sebagian pasokan bekicotnya dikirim dari Lumajang. Tapi untuk proses pengolahan sampai dengan masak, di sini,” tandasnya. (*/c1/wen)