KABUPATEN BLITAR – Sejumlah siswa SDN Tegalasri 4, Desa Tegalasri, Kecamatan Wlingi mulai menempati kelas darurat, Selasa (17/5). Itu imbas teras sekolah yang roboh beberapa waktu lalu. Sayangnya, kegiatan belajar mengajar (KBM) masih belum maksimal lantaran ruangan sempit. Gerak siswa dan guru menjadi terbatas.
Ada dua rumah kosong milik warga yang difungsikan sebagai kelas darurat. Tiap rumah digunakan untuk dua jenjang. Kelas II dan III menempati rumah minimalis yang tak jauh dari sekolah. Sementara satu rumah lainnya dihuni puluhan siswa kelas IV dan V.
Wali kelas III, Efti Nirviana Dewi mengaku prihatin dengan kondisi yang dialami para siswa. Sebab, puluhan anak-anak itu seharusnya mendapat tempat belajar yang layak. Meski begitu, dia mengaku bersyukur lantaran siswa tetap antusias mengikuti kegiatan belajar.
“Saya kasihan dengan anak-anak. Tapi, semoga mereka bisa memahami kalau memang keadaan sekolah masih seperti (rusak, Red) itu,” kata Efti Nirviana Dewi.
Selain prihatin lantaran harus belajar di kelas darurat, lanjut Efti, dia menyebut ruangan yang sempit membuat siswa di kelas II harus rela berbagi meja lantaran rumah yang ditempati tidak mampu menampung bangku dalam jumlah banyak.
“Sebenarnya bangku ada. Tapi, banyak bangku yang sudah tidak layak digunakan. Rusak begitu. Ruangan juga sempit,” imbuhnya.
Selama proses perpindahan ke kelas darurat, siswa tertib mengikuti arahan guru. Lantaran ingin anaknya tetap mendapat bimbingan, wali murid sebelumnya kompak membersihkan setiap rumah untuk belajar. Wali murid turut meminta Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Blitar segera merenovasi bangunan sekolah menjadi lebih layak.
Kondisi yang sama juga dikeluhkan salah seorang wali kelas IV, Yulita Rifananingtyas. Kelas darurat yang ditempati jauh dari kata memadai. Sirkulasi udara tidak lancar lantaran jendela tertutup kayu-kayu. Papan tulis di depan para siswa juga tidak tampak. Ruangan sempit lagi-lagi menjadi penyebabnya.
“Keluhannya, gerah dan sumuk. Itu karena jendela tidak bisa kami buka. Selain itu, tidak ada kamar mandi. Karena menumpang, ya kami memaklumi. Kalau mau buang air kecil, jalan dulu ke masjid. Siswa juga beberapa kali mengeluh karena banyak nyamuk,” ujar Yulita.
Keadaan itu jelas membuat pihak sekolah sedih. Terlebih, sesaat lagi siswa harus menghadapi ujian kenaikan kelas. Soal alternatif belajar dalam jaringan (daring) di rumah, guru mengaku itu kurang efektif. Sebab, siswa terkadang hanya belajar seperlunya saja. Akibatnya, apabila tidak ada arahan guru dan orang tua tidak fokus, siswa tidak bisa belajar maksimal.
Kepala SDN Tegalasri 4, Dwi Sudaryanti mengatakan, hari pertama menggunakan kelas darurat pihaknya mengaku cukup berjalan lancar. Meski begitu, dia tak memungkiri bahwa kondisi kelas yang sempit membuat pembelajaran kurang maksimal.
Untuk kelas darurat tersebut, kata Dwi, pihaknya tak bisa menentukan sampai kapan kelas tersebut digunakan. Namun, perempuan ramah itu memastikan masih akan menempati kelas itu sampai sekolah mendapat pembangunan yang layak.
“Kami berharap agar secepatnya kelas-kelas dibangun dan bisa ditempati. Insyaallah minggu ini kami turunkan atap secara keseluruhan. Setelah diturunkan semua, kami menunggu turunnya dana,” tandasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya pemindahan tempat belajar siswa SDN Tegalasri 4 itu lantaran robohnya teras kelas I akibat diterpa hujan deras pekan lalu. Beberapa bangunan lain yang kondisinya tak layak membuat pihak sekolah juga tidak berani memanfaatkan sebagai tempat belajar. (mg2/c1/wen)