Sementara itu melalui kuasa hukumnya, MSA mengajukan gugatan praperadilan atas penatapannya sebagai tersangka dalam kasus perampokan di rumah dinas Wali Kota Blitar. Itu karena penetapan tersangka tersebut tidak didasari dengan dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka.
“Objek praperadilannya adalah pembatalan penetapan tersangka,” ujar Kuasa Hukum MSA, Hendri Priono usai mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Blitar, kemarin (30/1).
Dia mengatakan, alasan mengajukan praperadilan ini tidak lain karena alat bukti penetapan tersangka yang masih kurang. Selain itu, MSA tidak pernah dipanggil untuk menjalani serangkaian pemeriksaan atau permintaan keterangan sebelum penetapan tersangka tersebut.
Menurutnya, Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014, untuk menetapkan tersangka ada dua syarat. Yakni, terpenuhinya dua alat bukti dan disertai pemeriksaan calon tersangka. Ini memperkuat ketentuan mengenai penetapan tersangka sebagaimana pasal 184 ayat 1 KUHP. “Tanggal 26 sudah (ditetapkan, Red) jadi tersangka, tanggal 27 langsung diperiksa sebagai tersangka. Alasannya (Praperadilan,Red) itu ” katanya.
Hendi mengaku, hingga kini delapan orang kuasa hukum yang bakal mengawal praperadilan ini tidak yakin penyidik mengantongi dua alat bukti. “Kami tidak tahu dasar penetapan tersangka, makanya diuji di pengadilan. Biasanya kan diperiksa dulu sebagai saksi sebelum penatapan. Lha ini moro-moro ditetapkan sebagai tersangka,”ucapnya.
Di lokasi yang sama, Joko Trisno Mudiyanto yang mendampingi MSA selama pemeriksaan mengatakan semua yang dituduhkan kepada MSA dibantah. Begitu juga terkait tuduhan MSA sebagai otak atau perencana dibalik perampokan. Sebab tidak ada bukti yang kuat, hanya sebatas keterangan dari tersangka yang sebelumnya sudah ditangkap Polda Jatim. “Bukannya tidak mengakui, tapi memang tidak melakukan. Kita buktikan di persidangan bahwa klien kami tidak melakukan hal seperti yang dituduhkan,”tegasnya. (hai)