KOTA BLITAR – Ribuan ternak, utamanya sapi di beberapa wilayah Jawa Timur (Jatim) didiagnosa terkena wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Indikasinya, sapi hingga kerbau mengalami demam, lumpuh, dan kuku lepas.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Blitar Toha Mashuri membenarkan, penyakit tersebut ditemukan di sebagian wilayah di Jatim. Namun, hingga kini dia memastikan belum ada laporan hewan ternak di Bumi Penataran yang terjangkit PMK.
“Belum ada temuan laporan terkonfirmasi PMK. Namun, karena di Jatim sudah ada tujuh daerah yang terpapar, kami lakukan antisipasi,” ujar Toha, Selasa (10/5).
Sebagai upaya dini, disnakan telah berdiskusi dengan sejumlah instansi terkait, petugas pengecekan kondisi hewan di lapangan, dan penyuluh. Hasil koordinasi itu bakal disosialisasikan kepada masyarakat, utamanya peternak.
PMK, lanjut Toha, bukanlah penyakit yang bisa menular pada jaringan tubuh manusia. Sebab, wabah tersebut bukan termasuk kategori penyakit zoonosis. Karena itu, masyarakat tak perlu panik saat kondisi hewan ternak mengalami gejala PMK.
“Indikasi klinisnya, suhu tinggi 39-41 derajat selsius. Mulut, lidah, dan hidung, berwarna merah karena luka. Lalu, air liur cenderung banyak tidak seperti biasanya, lesu tidak mau makan, lumpuh, dan kukunya bisa lepas,” jelas pria ramah itu.
Ada beberapa hewan yang disinyalir peka dengan penyakit tersebut. Misalnya, hewan ruminansia dan binatang berkuku belah. Yakni, sapi, kerbau, kambing, dan babi. Sementara kuda, sejatinya bukan hewan berkuku belah. Meski begitu, tetap berpotensi terinfeksi virus.
“Karena virus tidak ada obatnya, maka hanya bisa diberi vitamin pembangkit stamina untuk melawan virus. Kalau yang masih sehat harusnya mendapat suntikan vaksin. Namun, vaksin belum tersedia,” terangnya.
Dia mengakui, vaksin pembentuk antibodi pada hewan ternak belum tersedia. Padahal, fungsinya sangat penting. Untuk itu, dia berupaya mengirim surat permohonan pengadaan vaksin. Sebab, Bumi Penataran termasuk sebagai wilayah kantong ternak cukup besar di Jatim.
Peternak diminta tak boleh tergesa-gesa menjual ternak yang sakit kepada pembeli. Sebab, jika tak dirawat secara optimal, maka bisa merebak ke hewan lain. Dalam proses pemulihan kondisi, peternak dianjurkan segera memberi vitamin dan melakukan isolasi pada hewan untuk mencegah penyebaran infeksi.
“Kalau mau dipotong, dianjurkan di rumah potong hewan (RPH). Karena, ada pemeriksaan dan perlakuan khusus supaya aman,” tandasnya.
Sebagai informasi, penularan wabah tersebut ke hewan ternak mencapai 100 persen. Sedangkan tingkat kematian relatif rendah, yakni 5 persen. Toha berharap peternak cermat soal kebersihan kandang, rajin memberikan suplemen, dan menyemprot segala sudut kandang dengan disinfektan.
Salah seorang peternak sapi di Garum, Sutarji, mengaku mengetahui informasi wabah tersebut dari media cetak dan elektronik. Menurut dia, hal itu cukup mengkhawatirkan, terlebih bagi peternak pemula. Sebab jika panik, sapi yang terinfeksi berpotensi dijual dengan harga rendah.
“Semoga di sini (Blitar, Red) tidak ada. Di luar kota itu saya baca berita, ada yang meninggal karena mulut dan lidah sakit. Jadinya susah makan. Sapi ambruk lalu mati,” ujarnya. (mg2/c1/wen)