TRENGGALEK – Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan (Diskomidag) Trenggalek terus berkolaborasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI. Hal ini demi mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berdaya saing, melalui sosialisasi pendaftaran dan verifikasi halal.
Sekadar diketahui, selama 2022 ini, diskomidag dan Kemenag RI telah dua kali menggelar sosialisasi pendaftaran dan verifikasi halal, dengan total peserta 60 UMKM. Pada tahap pertama, ada 30 peserta yang ikut kegiatan. Hingga pertengahan tahun, sosialisasi itu berhasil menerbitkan 28 sertifikat halal. Sementara 2 sisanya masih terkendala bahan baku daging, yang memiliki tingkat sertifikasi halal yang lebih detail.
Kemarin (14/10), diskomidag dan Kemenag kembali menggelar sosialisasi pendaftaran dan verifikasi halal di aula diskomidag, dengan total kuota peserta sebanyak 30 orang. Adapun kegiatan itu dibuka Kepala Diskomidag Trenggalek Agoes Setiyono, Ketua Pusat Layanan Halal Naimatul Khoiroh, dan Dewan Pengarah Pusat Layanan Halal Syamsul Umam.
Kepala Diskomidag Trenggalek Agoes Setiyono mengungkapkan, dalam upaya meningkatkan UMKM berdaya saing tak bisa lepas dari sertifikasi halal. Mengapa? Karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dan mereka butuh kepastian makanan atau minuman yang mereka konsumsi halal atau tidak. “Di sini ada minuman herbal dan jajanan. Maka yang masuk ke dalam tubuh itu bisa terjamin kehalalannya. Kita tahu mayoritas masyarakat Indonesia adalah Islam. Sebuah keharusan, jika apa yang kita konsumsi itu halal,” jelas Agoes dalam sambutannya.
Ketika UMKM telah mengantongi sertifikasi halal, menurut Agoes, tentu akan memengaruhi kualitas produk. Saat ini, lanjutnya, agar produk UMKM bisa dipajang di toko modern berjejaring, syarat utama adalah sertifikasi halal. “Jadi ketika dikurasi, diuji, itu syarat mutlak yang harus dimiliki sertifikasi halalnya,” ujarnya.
Hingga tak menutup kemungkinan, ketika suatu produk UMKM berhasil lolos kurasi toko modern berjejaring, pangsa pasarnya meluas dan bisa menjangkau masyarakat Trenggalek yang berjumlah sekitar 700 jiwa. “Tidak mudah meningkatkan kualitas dan daya saing produk. Meski sulit, misal masalah NIB, secara OSS. Nanti (diskomidag) akan memandu,” ucapnya.
Selain menjangkau pasar lingkup lokal, Agoes mengatakan, UMKM juga harus berusaha untuk menjangkau skala regional. Apalagi, Presiden RI telah menginstruksikan agar mengutamakan belanja negara untuk produk-produk dalam negeri. Maka, peluang UMKM dalam negeri bisa berkembang semakin lebar. “Pertengahan 2022, ada Rp 400 triliun dari APBN yang harus dibelanjakan produk dalam negeri, sedangkan APBD sisa Rp 240 miliar yang belum dibelanjakan. Maka, ini menjadi peluang, dengan menjual produk berskala nasional melalui e-katalog,” tegasnya.
Karena itu, Agoes menuturkan bahwa era sekarang UMKM tak wajib buka usaha dengan cara membuka outlet, cuma modal smartphone pun bisa. “Kalau niat, pasti ada jalan. Jangan HP buat WA saja, tapi untuk kembangkan produk,” ujarnya.
Tak jauh beda diungkapkan Kabid Promosi, Pengembangan Ekspor, dan Perlindungan Konsumen Diskomidag Trenggalek, Nurun Nadjmi. Menurut dia, tahapan sertifikasi halal itu dimulai dari sosialisasi, pendaftaran, dan audit lapangan. Namun, diskomidag merangkumnya menjadi satu. Jadi, para peserta selepas kegiatan sudah terdaftar. “Tinggal menunggu rapat komisi fatwa, baru keluar sertifikat halal,” ujarnya.
Nurun mengakui bahwa tidak ada jaminan produk para peserta pasti berhasil mendapatkan sertifikat halal. Seperti halnya tahap pertama sosialisasi sertifikasi, itu ada dua produk dari dua peserta yang tidak lolos. “Itu produk olahan daging dan usus. Kami masih berupaya untuk mencarikan solusi, karena produk olahan daging harus menyertakan sertifikasi halal dalam proses penyembelihan,” jelasnya.
Di sisi lain, Dewan Pengarah Pusat Layanan Halal Syamsul Umam mengatakan, pemerintah pusat telah menggratiskan para pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikasi halal melalui program SEHATI22. Itu karena Presiden RI Jokowi meminta agar 2024 semua UMKM punya sertifikat halal.
Sementara di Provinsi Jatim, kata dia, UMKM yang punya sertifikat halal masih minim. Adapun unsur yang menyebabkannya adalah ketidaktahuan dari para pelaku usaha. Karena itu, peran OPD teknis, diskomidag, begitu vital untuk menjaring dan menyebarluaskan tentang pentingnya sertifikasi halal. “Kebanyakan pedagang di pinggir jalan itu tidak mengetahui informasi tentang tata cara mengurus sertifikasi halal. Maka, dinas itu berperan memfasilitasi para pelaku usaha untuk memberikan akses,” jelas salah satu dosen dari UIN SATU itu. (tra/c1/rka)