KABUPATEN BLITAR – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Blitar Raya, berdemo di halaman kantor DPRD Kabupaten Blitar, kemarin (21/3). Mereka menilai bantuan pangan non tunai (BPNT) dari Kemensos ruwet.
Sayangnya, peserta aksi terpaksa ngaplo. Mereka mahasiswa tak bisa menyampaikan aspirasinya kepada anggota dewan. Sebab, gedungdewan kosong.
Ketua Umum PMII Blitar Raya, Agus Efendi kecewa lantaran aksinya tidak semulus yang dibayangkan. Dia mengaku, tidak ada wakil rakyat saat dicari di dalam kantor. Padahal para mahasiswa sudah melayangkan surat pemberitahuan soal aksi tersebut beberapa hari sebelumnya.
“Kami sangat menyayangkan. Surat pemberitahuan sudah kami kirim. Namun, tidak ada yang menemui. Ini membuat kekecewaan baru. Kami sudah tidak lagi percaya pada dewan,” ujarnya.
“Kami Akan melakukan aksi lanjutan dan mengeluarkan rilis terkait mosi tidak percaya pada DPRD Kabupaten Blitar,” imbuhnya.
Untuk diketahui, para makasiswa menuntut Mensos Tri Risma Harini melalui DPRD setempat. Mereka berharap ada perbaikan mekanisme penyaluran BPNT. Sebab, kata Efendi, sistem BPNT tidak sesuai dengan aturan permensos yang ada. Jika sebelumnya bantuan disalurkan melalui bank, kini berubah. Yakni melalui PT POS.
Soal BPNT di Blitar, lanjut Efendi, pihaknya juga menawarkan solusi sekaligus tiga tuntutan kepada Mensos Tri Risma Harini agar memperbaiki sistem penyaluran BPNT. Tuntutan pertama, Risma harus mengembalikan mekanisme penyaluran BPNT sesuai dengan Permensos No. 20 Tahun 2019 atau setidaknya melibatkan agen e-warung dalam proses penyaluran BPNT Tunai.
Kemudian yang kedua, mahasiswa menutut Risma untuk tegas mengatur harga pangan secara nasional atau sesuai dengan kehendak pasar yang berada di masing-masing daerah. Itu, kata Efendi, untuk meminimalisir adanya mark up harga bahan pangan oleh oknum e-warong (elektronik warung gotong royong).
Tuntutan ketiga, yakni menyelesaikan persoalan carut marut data yang belum tuntas. Sehingga mengakibatkan adanya penundaan dan atau penumpukan penyaluran BPNT. Mahasiswa menutut agar Kemensos mengoptimalkan fungsi elemen-elemen yang ada di tingkat daerah. Supaya, updating data dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
Efendi menambahkan, meskipun dalam aturan Perpres nomor 63 tahun 2017 menjelaskan bahwa bantuan boleh berupa tunai, namun dalam hal ini tajuk BPNT tidak ada bedanya dengan BLT, BLTDD, KIP, hingga KIS. Hal itu membuatnya menilai bahwa mekanisme BPNT carut marut.
“Peralihan distribusi bantuan dulunya lewat bank kemudian PT POS, ada administrasi sebesar Rp 7 ribu per KPM (keluarga penerima manfaat). Kalau dikalikan 18,8 juta jiwa KPM jadinya Rp 384 miliar lebih. Itu menjadi indikasi penghambur-hamburan uang negara,” jelasnya.
Menanggapi soal aksi damai itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar, Sugeng Suroso mengatakan, pihaknya justru tidak mendapat informasi adanya demo kemarin. Selama ini dirinya tidak mendapat surat pemberitahuan terkait aksi tersebut.
Soal aspirasi mahasiswa, lanjut Sugeng, pihaknya bakal memberikan tindak lanjut. Nantinya, akan ada koordinasi yang dia lakukan bersama dinas yang membidangi. “Nanti saya koordinasi dengan dinas terkait,” katanya.
“Kalau menyampaikan masukan bisa. Tapi kalau keputusan akhir, tetap dari pusat,” tandasnya. (mg2/wen).
