KOTA BLITAR – Kreativitas setiap insan berbeda. Seolah terus berkembang setiap masa. Guna menghasilkan karya unik memuaskan mata, pasangan suami istri (pasutri) Tanto Gunawan dan Vivi Margono putar otak memenuhi keinginan konsumen. Lewat clay atau tanah liat, beragam mahakarya miniatur penuh estetika tercipta. Bentuknya mirip, menyerupai objek aslinya.
Ide cemerlang itu sudah digeluti Tanto dan Vivi sejak 2013 silam. Awalnya hanya hobi semata. Namun terus berkembang hingga miniatur berbahan baku clay ini diminati masyarakat. Untuk membuat kreasi mirip dengan aslinya, butuh ketelitian lebih, tak cepat puas, dan selalu memerhatikan detail bentuk objek. Ini dilakukan agar sama persis dengan harapan pelanggan.
Warga Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Sukorejo itu mengaku, selain mengandalkan perfeksionis, proses pembuatan juga membutuhkan bahan baku berkualitas. Misalnya, impor clay dari Jepang. Menurut Tanto, clay asal Negeri Sakura itu lebih awet dan tak mudah rusak. Selain itu, indah saat dicampur warna sesuai selera.
“Ya perfeksionis dan detail, supaya hasilnya bagus, mirip seperti yang asli. Lalu, menyesuaikan dengan permintaan konsumen mau skala berapa,” ujarnya kemarin (24/6).
Langkah awal memulai produksi, dia dan istri harus membuat desain konsep terlebih dahulu. Ini berdasarkan objek asli pesanan pelanggan. Apabila permintaan menyerupai toko, maka dia membuat miniatur bangunan terlebih dahulu. Sementara sang istri berperan sebagai pemanis dengan menambah kesan keindahan. Misalnya, makanan di meja saji hingga obyek lainnya.
Pria berusia 35 tahun itu tak menampik bahwa pembuatan memang rumit. Namun sangat mengasyikkan. Sebab, mereka menganggap kegiatan ini sebagai hobi dan profesi yang berpotensi meraup keuntungan. Untuk itu, pasutri tersebut memanfaatkan media sosial (medsos) untuk menjadi sarana penjualan.
“Selain itu, ada pelanggan puas dan akhirnya pelanggan lain tahu kami dari mulut ke mulut. Ada yang permintaannya angkringan, miniatur kafe, dan jajanan tradisional,” imbuh pemilik akun Instagram reinvee.handmade itu.
Disinggung soal pesanan paling diminati, Vivi, istri Tanto itu tak bisa memastikan. Sebab, setiap palanggan yang pesan miniatur selalu beragam. Bentuk dan selera juga tak sama. Ini berbeda dengan pembeli yang statusnya kolektor. Selain bisa menentukan kebutuhan koleksi, kolektor juga kerap memesan miniatur dalam bentuk yang sama.
Dia menambahkan, pengerjaan paling rumit yakni pada tahap membuat detail bentuk objek. Misalnya, kaki kursi atau meja. Pasalnya, tak sedikit pelanggan yang meminta agar bagian penyangga itu dibuat lebih nyata dengan ukiran meliuk-liuk.
“Walaupun begitu, miniatur ini bisa disesuaikan dengan fungsinya. Bisa untuk hadiah pembukaan kafe, kado ulang tahun, ucapan, bahkan momen hari besar,” jelasnya.
Miniatur itu dijual seharga Rp 5 ribu hingga lebih dari Rp 8 juta. Menurut Vivi, harga itu bisa semakin tinggi lantaran menyesuaikan dengan tingkat kerumitan objek. Artinya, semakin rumit dan lama pengerjaannya, maka bujet akan semakin tinggi. Kini, pesanan dari Surabaya hingga Jakarta terus mengalir. Dia berharap miniatur bahan baku clay ini tidak hanya diterima masyarakat kota besar, tapi juga di Blitar Raya. Dengan demikian, perekonomian terus berputar.
“Omzet paling tinggi pernah Rp 20 juta. Nah, ke depannya, ingin kami gelar workshop supaya semakin banyak yang tertarik. Karena produksi di Blitar masih minim,” tandasnya. (mg2/c1/wen)