TULUNGAGUNG – Seni cukil kayu merupakan seni grafis dengan teknik cetak relief, yakni gambar dipahat pada permukaan papan kayu. Alat untuk seni cukil kayu yaitu tatah atau dengan metode mirror. Tak hanya cukup diukir, permukaan kayu yang telah terukir tersebut kemudian diberi tinta warga agar lebih indah.
Ali Syibi merupakan mahasiswa Universitas Negeri Islam Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU) yang menekuni bidang seni rupa. Selain menekuni seni cukil kayu, dia juga menekuni seni rupa berupa mural dan sketsa wajah. Namun, kini seni cukil kayu yang ditekuni terkendala dengan susahnya mencari media untuk seni tersebut.
Dia mengatakan, mengenal seni cukil kayu berawal dari sekolah menengah atas (SMA). Mulai dari situ, kemudian tertarik untuk menggali seni cukil kayu dan mengikuti semacam komunitas seniman cukil kayu di Tulungagung. Media seni cukil kayu merupakan hardboard atau kayu tripleks tebal. “Jadi kita bikin sketsa dulu di media hardboard itu, nah baru dicukil. Awalnya kenal seni cukil kayu itu dari SMA dan mulai tertarik hingga bergabung dalam komunitas cukil kayu,” jelasnya kemarin (5/7).
Pria yang akrab disapa Syibi tersebut menjelaskan, metode sketsa pada papan kayu menggunakan teknik mirror. Setelah disketsa, dia mencukil media kayu yang disebut hardboard. Lama pengerjaan seni cukil kayu relatif dengan ukuran media yang digunakan dan juga kerumitan sketsa. “Awalnya, gambar sketsanya dulu. Setelah jadi, baru dicukil sesuai dengan sketsa yang sudah digambar tadi. Lama pengerjaannya tergantung ukuran media hardboard itu, kalau besar dan rumit bisa berhari-hari. Kalau sudah jadi tinggal tambah tinta atau roll dan bisa ditempelkan ke media lain seperi baju, kain, atau kanvas,” paparnya.
Lanjut dia, kesulitan dalam seni cukil kayu tersebut ialah mencari media hardboard yang bagus. Media hardboard untuk seni cukil kayu tersebut berbeda dengan tripleks kayu tebal lainnya. Harga media hardboard tersebut berkisar Rp 30 ribu per meternya. Selain itu, kesulitan dalam seni cukil kayu tersebut yakni pada mencukilnya sendiri. “Bisa dibilang media untuk seni cukil kayu itu khusus, soalnya kayunya lebih mudah untuk dicukil dan tidak mudah robek. Kalau asal mencukil, medianya bisa sobek semua,” ucapnya.
Dia menambahkan, dengan menekuni bidang-bidang kesenian, dia dapat membantu orang tuanya dalam meringankan biaya pendidikan. Dia pernah mendapatkan upah sekitar Rp 100 ribu per harinya dengan waktu pengerjaan kurang lebih sekitar dua minggu pada pengerjaan mural. Namun, seni cukil kayu tersebut terpaksa berhenti karena susahnya mencari media yang layak. “Lumayan lah, Mas. Bisa tambah-tambah uang kuliah dan bantu orang tua,” tutupnya. (*/c1/din)