Trenggalek – Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Trenggalek tersenyum penuh kemenangan. Pasalnya, mereka terbukti tidak bersalah terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan Teguh Hadi Widodo. Hal itu berdasarkan hasil dari pembacaan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI terhadap perkara pengaduan Nomor 44-P/L-DKPP/XI/2022, Nomor Perkara 45-PKE-DKPP/XIII/2022, kemarin (1/2) siang. Anggota Dewan DKPP RI membacakan tiga poin putusan. “Pertama, menolak pengaduan dari pengadu untuk keseluruhannya. Kedua, merehabilitasi nama baik teradu satu sampai lima. Ketiga, merehabilitasi nama baik teradu enam, Ahmad Kholis, sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Dewan DKPP RI Heddy Lugito, kemudian mengetuk palu.
Hasil putusan Dewan DKPP RI itu membuktikan bahwa para anggota Bawaslu Trenggalek yakni Ahmad Rokhani, Farid Wajdi, Rusman Nuryadin, M. Triono Alfata, dan Prayogi, terbukti tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran kode etik saat menjalankan tusi sebagai penyelenggara pemilu. Tak cukup itu, Ahmad Kholis (teradu ke-6, Red) pun terbukti tidak melakukan pelanggaran administrasi saat mengikuti tes panitia pengawas pemilu kecamatan (panwaslucam) di Kecamatan Pogalan.
Menanggapi isi putusan DKPP RI, Ketua Bawaslu Trenggalek Ahmad Rokhani telah mengonfirmasi kebenaran dari putusan tersebut. Pasalnya, para terduga mengikuti jalannya sidang pembacaan putusan di Kantor DKPP RI, Jakarta. “Kami diundang untuk menghadiri sidang putusan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu Trenggalek terkait kode etik. Hasil dari pembacaan putusan tadi bahwa Bawaslu Trenggalek tidak bersalah,” kata Ahmad Rokhani melalui sambungan telepon.
Dari isi pembacanaan putusan, apa yang dituduhkan pihak pengadu Teguh Hadi Widodo tidak terbukti kebenarannya. Hal itu diperkuat dari anggota Dewan DKPP J Kristiadi yang menyebutkan bahwa Ahmad Kolis diduga masih menjadi anggota partai politik (parpol) pada 2019 itu tidak terbukti. “Setelah dilakukan penelitian salinan DA-1 atas nama Hariul Anwar, teradu ke-6 tidak terbukti melanggar kode etik sehingga pengaduan dari pengadu tidak beralasan,” ujar J Kristiadi.
Berkaca dari kejadian itu, Ahmad Rokhani mengakui bahwa setiap keputusan dari penyelenggara pasti menuai risiko antara puas tidak puas dan setuju atau tidak setuju. Pihaknya pun memilih untuk tetap berhati-hati dalam menjalankan tugas. “Ini risiko sebagai penyelenggara publik. Lebih berhati-hati. Tapi, kami juga tidak ragu kalau itu sudah tertuang di dalam regulasi. Ketika melandasi dari regulasi, kita bisa mempertanggungjawabkannya,” jelasnya. Atas kejadian itu juga, Ahmad Rokhani berharap agar masyarakat lebih pecaya dengan kinerja dari Bawaslu Trenggalek sebagai penyelenggara pemilu atau demokrasi di Trenggalek. “Sebagai penyelenggara pemilu, kami siap untuk menegakkan integritas pemilu,” ucapnya.(tra/c1/rka)