KOTA BLITAR – Kepemilikan lahan hasil redistribusi tanah tidak bisa dipindahtangankan selama 10 tahun. Namun, hal itu tidak menjamin lahan tersebut akan dikelola oleh pemilik sertifikat. Sebab, tidak ada sarana pengawasan khusus untuk kegiatan jual beli tanah hasil redistribusi tanah tersebut.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Blitar Sukidi menyatakan tidak akan melayani aktivitas balik nama sertifikat dari hasil redistribusi tanah tersebut. Sebab, lahan bekas perkebunan ini tersebut sudah tercatat dalam sistem pertanahan nasional. “Secara otomatis, sistem langsung mengunci selama 10 tahun (tidak bisa mengubah data kepemilikan tanah, Red),” ujarnya.
Meski begitu, Sukidi juga tidak mungkin mengawasi secara khusus terkait kepemilikan tanah tersebut. Artinya, BPN tidak bisa berbuat apa-apa jika hak kepemilikan tanah ini dipindahkan secara sembunyi-sembunyi alias ilegal. “Kalau dijual di bawah tangan kami tidak tahu,” katanya.
Lebih dari 800 sertifikat hasil redistribusi tanah bekas Perkebunan Karangnongko, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, sudah dibagikan. Konon, ketentuan mengenai batasan waktu peralihan hak tanah ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Harapan kami, kehadirdan sertifikat ini bisa menyejahterakan kehidupan warga, tapi juga harus kondusif,” tuturnya.
Sukidi melanjutkan, penerima sertifikat dalam kegiatan redistribusi tanah ini harus masyarakat sekitar lokasi perkebunan. Artinya, tidak hanya menguasai ataupun mengolah lahan, tapi juga merupakan warga sekitar lahan yang menjadi objek redistribusi tanah tersebut. “Kalau sampai luar kabupaten atau luar wilayah, itu sudah lain ceritanya,” jelasnya.
Disinggung isu ada banyak warga luar daerah yang menerima sertifikat, Sukidi tidak tahu-menahu soal hal tersebut. Pihaknya hanya menerbitkan nama-nama penerima sertifikat yang diusulkan panitia redistribusi tanah.
Pihaknya juga tidak merasa terbebani dengan upaya yang dilakukan sekelompok warga yang kini mengajukan gugatan ke PTUN lantaran merasa memiliki hak atas tanah tersebut. Kendati begitu, pihaknya berharap masing-masing pihak menghormati proses hukum yang kini sedang berlangsung. “Sebaliknya, ketika proses hukum ini klir, mereka (penggugat, Red) juga harus menghormati. Jika tidak, ya berurusan dengan aparat keamanan,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, suasana di area lahan bekas Perkebunan Karangnongko, Kecamatan Nglegok, masih cukup anget. Sering kali terjadi adu mulut antara pemilik sertifikat dan mantan penggarap lahan tersebut. Selasa (19/7), belasan penerima sertifikat dikumpulkan dalam rangka mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. (hai/c1/wen)