KOTA BLITAR – Tingginya kasus pernikahan anak usia dini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar. Tak hanya sosialasi seputar kesehatan reproduksi, namun juga harus ada langkah-langkah pencegahan pemicu kasus stunting tersebut.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Blitar Herman Widodo mengaku, sudah menjalin komunikasi dengan beberapa stakeholder terkait untuk menekan angka pernikahan anak usia dini. Itu diluar sosialisasi dan edukasi kepada anak-anak di lingkungan sekolah. “Pernikahan anak usia dini ini bukan kabar yang baik, jadi kami juga terus berupaya untuk menekan kasus tersebut,” tegasnya.
Herman mengatakan, pihaknya sudah memiliki sejumlah agenda untuk menekan angka pernihakan dini ini. Salah satunya dengan memperketat pengawasan terhadap kalangan anak-anak sekolah. Bahkan, secara berkala direncanakan menggelar operasi pada spot-spot yang biasa digunakan untuk anak-anak sekolah ini. “Kami sudah koordinasi, kemungkinan nanti ada tim khusus yang melakukan pengawasan secara berkala terkait aktivitas anak-anak,” katanya.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang bisa menjadi pemicu persoalan tersebut. Selain karena pemahaman yang masih minim terkait dampak pernikahan dini, itu juga bisa akibat pergaulan bebas. Pihaknya juga menduga hal ini tidak lepas dari dampak pandemi korona beberapa tahun terakhir.
Maklum, rutinitas belajar di sekolah diganti dengan pembelajaran secara daring. Akibatnya, pengawasan orang tua terhadap anak kurang optimal, karena memang kegiatan belajar di masa pandemi memanfaatkan perangkat elektronik tersebut. “Jadi kalau tidak benar-benar dipantau, orang tua tidak tahu apakah anak itu belajar atau malah melakukan aktivitas lain dengan handphone,” ujarnya.
Diketahui, hingga akhir Mei lalu tercatat ada sekitar 33 kasus pengajuan rekomendasi untuk dispensasi kawin yang masuk DP2KBP3A Kabupaten Blitar. Jumlah ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan pengajuan atau permohonan rekomendasi yang masuk tahun lalu. Jumlah ini tidak termasuk kasus dispensasi nikah yang ditangani langsung oleh pengadilan agama.
Pihaknya berharap, orang tua bijaksana dalam menyikapi perkembangan dan pertumbuhan anak-saat ini. Perkembangan teknologi sudah sangat canggih. Hal ini membutuhkan control yang ketat dari wali atau orang tua. “Teknologi kini sudah sangat maju. Seperti pisau bermata dua, jika tidak tepat penggunaannya bisa berbahaya,” tandasnya. (hai/ady)