TULUNGAGUNG – Jangan memandang cethe hanya sebagai luluran pada sebuah rokok. Namun di tangan Johan, ampas kopi tersebut dapat menjadi estetik dengan melukisnya pada sebatang rokok itu.
Siapa yang tidak bangga dengan kemampuan melukis hingga membawa prestasi. Berbeda pada umumnya, seni lukis yang dimiliki laki-laki 37 tahun asal Desa/Kecamatan Boyolangu ini menggunakan media rokok. Uniknya, media lukis yang digunakan adalah cethe. Dia bernama Johan, yang beberapa waktu lalu mendapat juara pertama pada lomba lukis cethe yang diadakan oleh tim sukses Muhaimin Iskandar.
“Saya ikut perlombaan lukis dengan cethe tidak hanya di Tulungagung, namun juga di Malang. Tahun lalu saya mendapatkan juara ketiga di Malang, sedangkan sebelumnya lomba di Ngunut meraih harapan ketiga,” ujarnya.
Bahkan, ilmunya dalam melukis ini membuatnya memiliki murid meskipun Johan sendiri mengaku masih belajar dalam hal ini. Menariknya, muridnya yang bernama Boy ini juga diajak pada lomba yang sama di event Muhaimin Iskandar dan meraih juara harapan 3. Karena jarak rumahnya dan muridnya berdekatan sehingga dapat dengan mudah untuk berguru.
Awalnya, Johan memang memiliki kemampuan seni lukis setelah lulus SMA pada tahun 2003. Namun medianya sering menggunakan tembok. Bahkan tidak jarang dia mendapat pekerjaan untuk melukis pada tembok-tembok kafe yang ada di Tulungagung.
Saat dia mengenal tradisi cethe pada tahun 2005 silam, ketertarikan terhadap ampas kopi berwarna hitam itu mulai tumbuh. Namun, saat itu tradisi nyethe masih terbilang sangat konvensional karena pelakunya hanya sebatas membalurkan cethe pada sebatang rokok. Jika dilihat seperti batang rokok dengan lumuran ampas kopi saja.
Mulai sejak itu, Johan merasa jika tradisi nyethe hanya monoton dengan tampilan ampas kopi pada sebatang rokok. Perasaan seninya tumbuh dengan membuat cethe lebih berestetika, yaitu melukis di sebuah rokok tersebut.
“Awal karir lukis saya dengan tembok, kesulitannya terletak pada posisi gambar agar terlihat presisi. Sedangkan pada rokok, karena media yang digunakan kecil dan bundar maka harus lebih jeli dalam menuangkan inspirasi,” terangnya.
Melukis dengan media rokok menggunakan cethe justru terbilang cukup sulit. Bahkan tidak jarang pelukis andal sekalipun akan gagal saat pertama kali mencoba melukis dengan media rokok menggunakan cethe. Pasalnya, komposisi mulai dari kekentalan cethe yang harus dibalurkan kepada rokok harus benar-benar diperhatikan.
Mengingat media yang digunakan sangat kecil dengan bentuk bundar dan juga kertas rokok yang terbilang tipis. Jika komposisi cethe tidak diperhatikan dengan benar, maka karya lukis pada sebatang rokok akan gagal karena mungkin rokok tersebut bisa patah.
“Cethe itu ampas kopi yang di dalamnya juga terdapat kandungan air. Jadi kalau itu tidak diperhatikan, jelas rokok akan patah karena terlalu basah. Itu penyebab kegagalan. Untuk durasi yang ideal itu satu jam pembuatan, mulai awal hingga finishing,” ungkapnya.
Saat ini, tradisi nyethe di Tulungagung sudah mulai maju dengan banyaknya seniman cethe yang mulai muncul di Tulungagung. Bahkan tidak jarang event-event seperti lomba cethe pun marak digelar, baik individu maupun oleh pemerintah. Atas kecintaannya terhadap seni lukis cethe, Johan rupanya tidak pernah absen untuk mengikuti event-event perlombaan tersebut.
Masih menurut Johan, harapan ke depan untuk tradisi nyethe bisa sampai ke ranah internasional. Sedangkan untuk Kabupaten Tulungagung sendiri diharapkan tetap ada event lomba nyethe, meskipun kecil, agar tradisi nyethe bisa tetap eksis. “Semoga tradisi nyethe bisa eksis terus hingga masyarakat luar mengenal bahwa nyethe bisa menjadi ciri khas Kabupaten Tulungagung,” pungkasnya.(*/c1/din)