KOTA BLITAR – Suasana sekolah tanpa kantin, ibarat sayur tanpa garam. Bukan tanpa alasan, kantin yang belum kembali buka, wujud sekolah dan dinas pendidikan untuk memastikan kesehatan siswa di tengah pandemi
Kantin memang seringkali menjadi tempat bergerombol para siswa, menikmati kudapan ataupun sekadar melepas penat. Sebelum pandemi, kebebasan siswa bercengkerama adalah momen khas di kantin sekolah. Kini, semuanya berbeda. Pandemi, membuat yang biasa menjadi tidak biasa.
Regulasi dari pemangku kebijakan, terpaksa membuat sekolah menutup kantin untuk sementara waktu, hingga kondisi pandemi melandai. Jelas, ini demi kebaikan siswa dan seluruh warga sekolah. Jangan sampai terjadi kluster sekolah yang cukup besar.
Wakil Kepala Sekolah (Waka) Kurikulum SMP Negeri 2 Gandusari, Chris Barata mengaku, kini sekolah enggan memikirkan soal kantin. Siswa bisa mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) 50 persen sudah membuatnya bersyukur.
“Sementara, belum kami pikir untuk kantin. Yang penting PTM bisa jalan. Dinas pendidikan (dispendik) juga belum ada izin. Karena khawatir ada klaster sekolah,” ujar Chris, kemarin (14/3).
Ketika kantin harus vakum, saat itu pula siswa dianjurkan membawa bekal sendiri. Meski awalnya siswa sulit dikendalikan, namun kesadaran untuk memulai hidup sehat dan hemat kini lekas muncul.
Beberapa siswa yang awalnya jajan sembarangan, kini beralih membawa makan sendiri dari rumah. Sebagian siswa, kata Chris, juga mengindahkan arahan guru untuk sarapan lebih dulu saat hendak berangkat sekolah.
“Siswa tidak boleh jajan di luar. Kalau bisa, lebih baik bawa bekal dari rumah, karena buatan sendiri jadi lebih aman,” katanya.
“Yang bawa bekal kadang tidak enak hati saat lihat teman di bangku lain tidak bawa (bekal). Serba salah. Dia makan, temannya nggak makan ya sungkan. Mau memberi, tapi khawatir pandemi,” imbuh Chris.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Ilhama Yeti Utami menegaskan, meski PTM digelar, kantin sekolah tetap tak boleh buka. Selain itu, lama pembelajaran juga dipersingkat, hanya tiga jam.
Demi bisa memastikan keamanan sekolah dan menghindari kerumunan karena kantin, Yeti bersama jajaran dispendik terus ber kunjung ke sekolah. “Selama memantau, tidak ada satupun kantin yang buka,” terang perempuan ramah itu.
Dirinya berharap, sekolah mampu memahami situasi yang kini terjadi. Upaya penutupan kantin untuk sementara waktu, praktis bisa mengurangi risiko sebaran virus korona. Lebih dari itu, klaster sekolah juga menjadi minim.
Oleh karena itu, dengan pembelajaran yang juga tidak berlangsung lama, dia berharap siswa bersedia memaklumi saran untuk membawa bekal ataupun sarapan di rumah. Ini salah satu upaya dispendik melindungi lonjakan kasus dari lingkungan pelajar.
“Ada surat edaran (SE) yang harus dipatuhi lembaga-lembaga sekolah. Jangan sampai melanggar karena ada tindakan tegas,” tandas Yeti. (*/wen)