TULUNGAGUNG – Slamet Wahyudi, warga Desa Nyawangan, Kecamatan Sendang ini rela mengabdikan diri untuk menjaga kelestarian tanaman di pegunungan Wilis. Dia terus mendorong guna meningkatkan kesadaran masyarakat sekitarnya untuk juga mulai menanam pohon.
Bambu ampel menjadi tanaman pertama yang ditanam Slamet di sekitar pegunungan Wilis. Setiap hari hampir selama setahun dia menanam pohon sepulang dari bekerja. Dengan niat untuk melestarikan alam dan tidak untuk mendapat keuntungan tertentu. Selain dari diri sendiri, tergugah niat mengajak setiap orang untuk memulai menanam pohon.
Tak mudah, awalnya sering terjadi kendala pada saat awal mulai menanam. Mulai dari omongan dan diremehkan melakukan hal tersebut, sampai tanaman yang sudah ditanam banyak yang ditebang oleh pihak-pihak tertentu. “Pernah ditanyain sama teman, buat apa menanam terus setiap hari, pernah juga kemarin menanam pohon, sekarang pohonnya dicabut sama orang,” katanya sambil tertawa.
Untuk memulai menanam ini, menurut dia, awalnya harus ada niat mengabdi kepada alam, realisasinya harus ada aksi nyata yang harus dilakukan. Di dalamnya juga terdapat analisis terkait bagaimana nanti rencana menanam yang akan dilakukan, siapa yang akan diajak menanam, tujuan menanam, serta bagaimana hasil dari menanam yang dilakukan bisa bermanfaat baik jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. “Yang paling susah adalah memikirkan manfaat jangka pendeknya, karena masyarakat sekarang lebih memilih hal yang instan daripada sebuah proses yang panjang,” katanya.
Dia mengakui, itu menjadi sebuah tantangan baginya, bagaimana mencari formula yang pas untuk dikhususkan pada masyarakat yang seperti itu dan membuat mereka yakin bahwa menanam pohon itu mempunyai manfaat baik jangka pendek, menengah, maupun panjang. Langkah yang diambilnya adalah mengumpulkan peternak di sekitar Kecamatan Sendang, lalu dilakukan sosialisasi menanam jenis pohon yang dapat digunakan untuk pakan ternaknya. Artinya, batang dan akar pohon bisa untuk konservasi. Tanaman ini membuat tanah tidak mudah longsor, tanah terdapat pori-pori udara sehingga air hujan bisa masuk diserap oleh tanah dan tidak langsung turun ke sungai.
Selain itu, daun dari pohon tersebut bisa digunakan untuk pakan ternak yang bisa menambah protein ternaknya. “Peternak dapat hijauannya, secara konservasi akar dan batangnya bisa mengurangi potensi bencana dan bisa untuk menyerap karbon,” katanya.
“Titik pentingnya adalah kalau terobosan kita menaman ini, pada akhirnya berguna untuk kebutuhan ternak. Masyarakat akan menerima, bahkan akan menanamnya sendiri nanti kalau tahu bahwa tanaman yang kita tanam memberikan manfaat yang banyak,” tambahnya.
Untuk jangka panjang, dia menjelaskan, kegiatan menanam yang dilakukannya akan memberikan kebaikan dari segi ekonomi dan segi lingkungan. Dengan menanam pohon akan mengurangi emisi karbon dunia, mengurangi kemungkinan bencana tanah longsor pada area pegunungan, serta menjaga air di pegunungan agar tetap bagus sehingga dapat digunakan untuk masyarakat luas, baik di area Sendang maupun di sekitarnya.
Rasa pedulinya tak berhenti sampai di situ, dia juga bekerja sama dengan basecamp pendakian yang ada di Jurang Senggani dan di Penampihan. Untuk setiap pendaki diwajibkan membawa benih atau bibit untuk ditanam di sepanjang jalur pendakian Gunung Wilis. “Kita berikan benih, kita beri petunjuk untuk menanamnya. Nantinya kita bisa menikmati alam yang semakin bagus tiap tahunnya karena pohon yang ditanam banyak. Sebab, kini kebanyakan tempat pendakian yang semakin lama pohonnya maka semakin hilang, jangan sampai Wilis seperti itu,” katanya. (mg1/c1/dfs/din)