KABUPATEN BLITAR – Eco Enzyme (EE) menjadi salah satu program ramah lingkungan yang digencarkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) SMPN 1 Nglegok untuk memberikan sumbangsih bagi masyarakat. Sekolah ini merupakan pelopor EE di Blitar Raya. Guna mendukung program adiwiyata, sekolah yang berada di Desa Dayu, Kecamatan Nglegok, ini sudah memiliki rumah produksi untuk menghasilkan cairan multifungsi dari fermentasi limbah organik yang dibagikan gratis kepada masyarakat.
Banyak dampak positif yang dirasakan masyarakat dari sekolah yang dipimpin Gatot Sutrisno SPd MM tersebut. Salah satunya, cairan EE berperan dalam penyembuhan hewan ternak yang terserang penyakit mulut dan kuku (PMK) yang merebak akhir-akhir ini.
Program produksi cairan EE yang dikomandani Ketua Tim Adiwiyata UPT SMPN 1 Nglegok, Purnawati MPd, sudah berjalan sejak akhir 2020 lalu. Dari awalnya hanya belajar membuat cairan EE melalui pelatihan online dan webinar, akhirnya berani memproduksi sendiri sejak April 2021. Berawal dari produksi cairan EE dalam skala kecil hingga akhirnya memiliki rumah produksi sendiri di lingkungan sekolah. “Sejak September 2021, kami sudah memiliki rumah produksi di dalam lingkungan UPT SMPN 1 Nglegok,” jelas Purnawati MPd.
Dari awalnya mampu memproduksi cairan EE sekitar 20 liter setiap tiga bulan, kini UPT SMPN 1 Nglegok sudah mampu menghasilkan 100 liter setiap tiga bulan. Produk cairan EE dibagikan gratis untuk masyarakat dalam botol berbagai ukuran, mulai kemasan 200 mililiter (ml), 300 ml, 500 ml, hingga kemasan besar 800 ml. Beberapa kelompok masyarakat yang sudah merasakan manfaat cairan EE dari UPT SMPN 1 Nglegok antara lain dari wilayah Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri; Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung; Kecamatan Gandusari; hingga Kecamatan Bakung.
Purnawati MPd menjelaskan, cairan EE memiliki empat manfaat utama. Yakni, sebagai cairan pembersih, perawatan tanaman, perawatan lingkungan, dan perawatan kesehatan. Contohnya antara lain, pembersih udara, hand sanitizer, suburkan tanah atau tanaman, bersihkan area dapur, cuci piring, cuci pakaian, bersihkan lantai, bersihkan kamar mandi, rendam sayuran, kumur-kumur, gosok gigi, keramas, mandi, cuci tangan, antiseptik, hingga detoks. “Cara memanfaatkan cairan EE adalah dengan mencampur dalam perbandingan tertentu. Seperti membuat hand sanitizer berbahan cairan EE dan air bersih dengan perbandingan 1:400,” jelas perempuan ramah ini.
Perlu diketahui, cara membuat cairan fermentasi dari sisa bahan organik ini sangat mudah. Proses fermentasi membutuhkan waktu selama tiga bulan agar campuran gula atau molase, bahan organik, dan air bersih menghasilkan manfaat. Perbandingannya, untuk membuat 1 liter cairan EE dibutuhkan 1 ons gula, 3 ons bahan organik, dan air bersih 1 liter. Bahan organik yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan cairan EE antara lain kulit buah, sisa sayur yang tidak keras, tidak berlemak, dan tidak dimasak. “Hasilnya, selain tidak diperjualbelikan, cairan EE juga tidak boleh diminum karena hanya untuk pemakaian luar,” jelas perempuan yang juga aktif menjadi pemateri pelatihan pembuatan EE di berbagai instansi negeri, swasta, maupun komunitas ini.
Beberapa kandungan positif yang dimiliki cairan EE antara lain, enzim lipase, enzim tripsin, amilase, terpenoid, flavonoid, senyawa NO3 (nitrat) dan CO3 (karbon trioksida). Selain itu, cairan EE juga menghasilkan bakteri asam laktat (BAL). Sebagai cairan pembersih udara, jika disemprotkan ke udara, campuran cairan EE dan air bersih dengan perbandingan 1:1.000 dapat menetralkan bau dan menambah ketersediaan oksigen. (adv/ynu/c1/wen)