KOTA, Radar Trenggalek – Kendati sempat kesulitan stok bahan baku empon-empon, hal tersebut tidak membuat Usfatul Khasanah berputus asa. Khususnya dalam menjalankan usaha minuman herbal (jamu) instannya. Dengan segala macam upaya, dia tetap berusaha dalam melanjutkan bisnis jamu yang diberi nama Zulfa Natural Product ini.
Ini terlihat, usahanya tersebut berbuah manis dengan pesanan yang terus berdatangan. Permintaan tersebut tidak datang dari wilayah Trenggalek saja, melainkan hingga ke luar pulau seperti Sumatera dan Papua, bahkan sampai ke luar negeri. “Untuk pengiriman ke luar negeri, saya belum percaya diri (pede) untuk melakukannya. Apalagi dalam jumlah banyak sehingga hanya beberapa karton saja, sebab takut tidak bisa melayani pembeli,” ungkap Usfatul Khasanah kepada Koran ini.
Sebenarnya pada awal-awal korona, selain kesulitan akan bahan baku, dirinya juga terkendala masalah pasar. Namun karena jamu instan buatannya telah mempunyai pelanggan pasti, pesanan ke toko-toko swalayan, ritel jejaring, apotek dan lainnya masih ada. Sebab, mereka percaya dengan minum jamu bisa meningkatkan daya tahan tubuh sehingga hal tersebut membuat konsumen lain datang untuk membeli, hingga permintaan mulai bertambah. “Karena namanya jamu, pastinya semua bahan yang saya gunakan aman yakni hanya gula dan jenis empon-empon, juga tanpa pengawet. Makanya banyak yang minat,” katanya.
Bukan hanya itu, untuk menarik konsumen, produksi jamu tersebut dikemas secara modern. Hal tersebut membuat proses penjualan jamu lebih praktis, hingga banyak yang memesan baik itu untuk dijual kembali maupun hanya untuk konsumsi. Proses pembuatannya masih menggunakan peralatan seadanya seperti tumbuk dan wajan. Bahannya pun berasal dari sekitar rumah dan tanpa pengawet. Dalam pembuatan jamu, ada empat jenis bahan yang dibuat. Yakni, jahe merah, temulawak, kunir putih, dan kunyit yang kemudian dijadikan serbuk baru lalu dikemas. Tidak ada bahan tambahan dalam proses ini, sebab untuk pengawetnya hanya pakai gula dan air.
Ditambahkan, harga produk jamu tradisional ini sangat bersahabat. Yaitu, setiap kemasan dengan berat 200 gram dihargai Rp 14 ribu untuk semua jenis, kecuali jahe merah yang dihargai Rp 18 ribu. Perbedaan harga tersebut lantaran perbedaan harga pada bahan bakunya. Sedangkan untuk omzet tiap bulan, dirinya tidak bisa menjelaskan, pastinya keuntungan yang diperoleh bisa digunakan untuk biaya hidup sehari-hari juga membangun rumah. “Dengan bentuk instan maka praktis dan mudah dibawa ke mana saja, jadi konsumen bisa setiap saat minum jamu di mana pun berada,” jelas wanita yang tinggal di Desa Karangsoko, Kecamatan Trenggalek ini.(jaz/c1/rka)