KOTA BLITAR – Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar me-launching Gerakan Menanam Sejuta Pohon untuk Lingkungan (Gema Sejoli), kemarin (9/3). Gerakan itu diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Blitar dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional.
Gerakan tersebut diresmikan langsung oleh Wali Kota Blitar Santoso. Gerakan itu diharapkan bisa membuat lingkungan kota menjadi lebih asri dan sejuk. “Kami apresiasi program dari DLH tersebut. Ini termasuk inovasi yang harus terus ditingkatkan untuk menjadi lebih baik,” ungkap Santoso kepada Koran ini, kemarin.
Keberadaan pohon sangat penting bagi kehidupan manusia. Sebab, pohon merupakan salah satu sumber oksigen yang harus dilestarikan. “Meski di kota tidak ada hutan, tetapi kami memiliki hutan kota berwujud ruang terbuka hijau (RTH). Keberadaan pohon di RTH maupun di pinggir jalan cukup untuk memenuhi oksigen di kota. Sebab, satu pohon itu bisa untuk mencukupi kebutuhan oksigen dua orang,” terangnya.
Rencananya, pohon yang ditanam adalah jenis pohon tabebuya. Pohon tersebut akan ditanam di pinggir jalanan di Kota Blitar. Selama ini, sejumlah titik ruas jalan sudah ditanami pohon jenis tersebut. “Biasanya ketika musim kemarau, bunga dari pohon tabebuya itu selalu mekar indah. Ada yang merah, kuning, dan putih,” ungkapnya.
Santoso mengaku, gerakan menanam pohon tersebut harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat. Masyarakat harus bahu-membahu menjaga lingkungan sekitar dan tempat tinggalnya di bumi tercinta ini. “Kami mengapresiasi masyarakat dan sekolah-sekolah yang sudah turut serta menjaga lingkungan masing-masing dengan berbagai cara. Mulai dari memilah dan mengelola sampah hingga melakukan penghijauan,” jelasnya.
Pemkot melalui DLH terus berupaya keras untuk menjaga lingkungan. Sejumlah program terus digulirkan. Selain yang terbaru Gema Sejoli, ada program Gerdu Kasih (Gerakan Terpadu Kali Bersih), dan Gempita (Gerakan Masyarakat Peduli Kelola Sampah).
Selain penanaman pohon atau penghijauan, pemkot juga fokus dalam penanganan sampah. Hampir setiap hari pemkot mereduksi sampah yang masuk ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). “Sebelum masuk ke TPA, sampah biasanya lebih dulu dipilah di TPS (tempat pembuangan sementara). Di TPA, sampah juga diolah menjadi biogas,” ungkap pria ramah ini.
Sejauh ini, biogas dari hasil pengolahan sampah di TPA telah dimanfaatkan sejumlah warga sekitar. Biogas itu dimanfaatkan untuk keperluan memasak. “Ke depan, kami berencana kerja sama dengan pihak ketiga kaitannya dengan pemanfaatan biogas. Mungkin skala yang lebih besar,” tandasnya. (sub/c1/ady)