KOTA BLITAR – Sepekan kedepan kondisi cuaca ekstrim bakal membayangi Blitar Raya. Ini karena fenomena gelombang atmosfer Equatorial Rossby yang memicu pola belokan angin, serta perlambatan kecepatan angin. Akibatnya, ada potensi peningkatan aktivitas konvektif dan pertumbuhan awan hujan.
“Oktober ini masih dalam masa awal musim penghujan,” ujar Prakirawan Badan Meteorology Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatology Karangploso, Malang, Ahmad Luthfi.
Namun, lanjut dia, karena fenomena alam tersebut diperkirakan akan terjadi hujan dengan intensistas tinggi disertai angin serta kilatan petir. Ini merupakan dampak dari dinamika atmosfer. “Hasil analisa terkini menunjukkan adanya pola arah dan kecepatan angin yang berdampak pada pertumbuhan awan hujan,” katanya.
Lutfi mengatakan, kini suhu muka laut di wilayah Jatim masih masuk kategori hangat. Namun, adanya fenomena gelombang atmosfer ini mengakibatkan suplai uap air semakin tinggi dan mempengaruhi pembentukan awan– awan Cumulonimbus. “Akibatnya muncul cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es,” terangnya.
Dia menuturkan, nyaris semua wilayah di Jawa Timur bakal mengalami fenomena tersebut. Mulai Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Bojonegoro, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Pacitan, Trenggalek, hingga Tulungagung. “Blitar termasuk di antaranya, meskipun jika dilihat dari citra satelit kondisinya lebih aman ketimbang Tulungagung dan Trenggalek,” katanya.
Menurut dia, curah hujan dan potensi bencana hidrometeorologi di dua wilayah tersebut jauh lebih tinggi. Maklum, kondisi cuaca seminggu kedepan berbeda daripada kondisi nomal. Artinya, cuaca ekstrim akan terjadi setidaknya selama sepekan kedepan. Pihaknya berharap, hal ini menjadi perhartian bagi masyarakat agar mawas diri dalam menyikapi potensi bencana. “Kalau sudah demikian, potensi bencana hydrometeorology tentu lebih tinggi lagi,” jelasnya.
Penataan lingkungan, menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk meminimalisir potensi bencana tersebut. Misalnya tidak membuang sampah sembarangan, membersihkan saluran irigasi dan sungai-sungai hingga memangkas dahan dan ranting pohon yang dinilai rapuh. “Selain itu, melakukan pemantauan atau penertiban baliho semipermanen yang dirasa bisa membahayakan masyarakat,” tandasnya. (hai/wen)
