TULUNGAGUNG – Fenomena bullying atau perundungan dalam lingkup pendidikan sangat rentan terjadi. Dalam hal ini, sekolah dan orang tua memegang peran besar agar kasus tersebut dapat teratasi.
Pengamat pendidikan Tulungagung, Nur Isroatul Khusna mengatakan, kasus bullying pada anak-anak dan remaja dalam lingkup pendidikan sangat rentan terjadi. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya suatu tindak perundungan tersebut. “Ada faktor eksternal seperti kelas sosial, perbedaan postur badan, tingkat intelegensi di kelas, dan masih banyak lainnya. Kalau faktor internal dari kepribadian serta lingkungan anak yang membentuk,” jelasnya kemarin (26/7).
Lanjut dia, bullying yang terjadi dalam lingkup pendidikan dapat diklasifikasi menjadi beberapa bagian. Bullying fisik yakni tindakan atau perilaku yang meliputi menonjok, mendorong, memukul, menendang, dan menggigit. Kemudian, bullying verbal yakni tindakan atau perilaku yang meliputi menyindir, menyoraki, mengolok-olok, menghina dan mengancam. “Ada juga tindakan bullying secara tidak langsung. Contohnya, mengabaikan, tidak mengikutsertakan, menyebarkan gosip. Banyak contohnya,” paparnya.
Dia menambahkan, ada banyak faktor yang menyebabkan anak atau remaja melakukan perundungan kepada temannya. Salah satunya yakni dari lingkungan yang membentuk. Karena itu, anak merasa terbiasa dengan perilaku keras dari apa yang dia lihat dan dia rasakan. Memiliki orang tua yang permisif atau serba membolehkan. Memiliki saudara kandung yang abusive atau sering melakukan kekerasan fisik. “Dari penyebab itu semua dapat membentuk anak dengan sendirinya. Sehingga, perilakunya terhadap teman sebanyanya juga tak bisa jauh dari itu,” ucapnya.
Dia mengaku, peran sekolah sangat penting dalam mengawasi siswa agar tidak terlibat tindakan perundungan. Tindakan perundungan tersebut sangat memengaruhi perkembangan psikologis anak dan itu bisa fatal di kemudian hari. “Imbasnya bisa sangat macam-macam. Mohon maaf, nih. Terjadinya LGBT ataupun penyimpangan lainnya bisa saja berawal dari perundungan pada masa kecilnya,” tutupnya.
Sementara itu, salah satu psikolog, Ifada Nur Rohmania menegaskan, terdapat dua dampak dari adanya tindakan perundungan dalam lingkup pendidikan. Yakni, dampak sosial dan dampak psikologis. Dampak sosial dari korban perundungan yaitu korban menarik diri dari perkumpulan teman-temannya dan lingkungan belajar di kelas. Kemudian, dampak psikologis yang dialami korban bullying yakni minder, penakut, trauma, malu, tempramental, tidak percaya diri, dan trauma psikologis. “Sebenarnya semua itu berbahaya, tapi dampak psikologis bisa saja mengendap bertahun-tahun dan tiba-tiba meledak akibat memperoleh perundungan,” pungkasnya.
Di lain sisi, Kepala Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Tulungagung Ardian Candra mengatakan, guna mencegah terjadinya perundungan di sekolah perlu adanya penertiban dari pihak sekolah dan peran dari guru bimbingan konseling (BK). Berdasarkan data, setidaknya terdapat 177 guru BK pada lembaga pendidikan yang ada di Tulungagung. “Ketentuan guru konseling itu dari sekolahnya sendiri. Satu guru bimbingan konseling setidaknya dapat membina 200 siswa,” tandasnya. (mg2/c1/din)