BLITAR – Konsep pertanian organik di Jepang menarik hati Winda Kartikawati. Perempuan warga Kelurahan Babadan, Kecamatan Wlingi itu, terobsesi ingin menerapkan konsep pertanian organik di kampung halamannya. Impian itu mulai dirancangnya.
Lahan kosong di sebelah barat rumah di Kelurahan Babadan, Kecamatan Wlingi, itu disiapkan untuk greenhouse. Tempat untuk budi daya tanaman organik berbagai jenis. Mulai sayuran, buahbuahan hingga tanaman pangan seperti padi. Itulah rumah Winda Kartika. Dia memang sengaja mempersiapkan lahan itu jauh-jauh hari
Sementara ini, dia masih memanfaatkan lahan sekeliling rumahnya untuk budi daya tanaman. “Sementara masih menggunakan polibag. Rencana saya buat greenhouse sendiri. Ini sedang proses pemagaran,” tuturnya, saat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu.
Greenhouse itu bakal dimanfaatkan untuk pengembangan usaha tanaman organiknya, yang diberi nama Hoshi Organik. Usahanya itu sudah berjalan kurang lebih dua tahun. Fokus usahanya pada pembibitan. Tanaman yang dibudidayakan khususnya adalah sayuran impor. Jenis sayuran itu di antaranya selada, sawi pagoda, lobak, seledri cina, hingga sayur kale.
”Saya tertarik membudidayakan sayuran impor itu karena ingin membuat hal baru. Waktu kerja di Cina (Tiongkok, Red) saya melihat sayuran-sayuran di sana tumbuh subur. Saya berpikir apa bisa ditanam di Indonesia,” aku mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini.
Mengingat, iklim Tiongkok dengan Indonesia berbeda tipis. Apabila tanaman sayuran itu tumbuh subur di Indonesia, apalagi menggunakan konsep organik maka usahanya tidak sia-sia. Seusai kontrak kerja di Cina habis, Winda pun memutuskan untuk pulang kampung. Hanya dua tahun merantau sebagai asisten rumah tangga (ART) di negeri tirai bambu tersebut. Dia pun pulang dengan membawa sejumlah benih sayuran dari Tiongkok. Benih-benih itu bakal ditanam di Indonesia.
”Awalnya saya hanya menjual benih saja. Sembari menjual benih, saya mencoba bereksperimen, menanam benih sendiri. Eh, ternyata banyak jenis yang tumbuh,” bebernya.