Table of Contents
Pernikahan dalam Islam adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dan memiliki makna mendalam. Ia bukan hanya sekadar ikatan legal antara seorang pria dan wanita, tetapi juga sebuah komitmen spiritual dan sosial yang bertujuan untuk mendirikan keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dengan kata lain, pernikahan dalam Islam memiliki banyak tujuan yang tidak hanya terbatas pada hubungan biologis, tetapi mencakup aspek moral, emosional, dan spiritual. Artikel ini akan mengupas secara detail tujuan pernikahan dalam Islam beserta hikmah yang terkandung di dalamnya.
Pernikahan Sebagai Sunah Rasul
Pernikahan dalam Islam dipandang sebagai sunah Rasulullah SAW dan merupakan perintah yang sangat dianjurkan bagi umat Muslim. Rasulullah SAW bersabda:
“Nikah itu adalah sunahku, barang siapa yang tidak suka dengan sunahku maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pernyataan ini menegaskan pentingnya pernikahan sebagai bagian dari kehidupan Muslim yang beriman. Melalui pernikahan, seorang Muslim dapat menyempurnakan separuh dari agamanya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
“Apabila seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam separuh sisanya.” (HR. Al-Baihaqi)
Tujuan Utama Pernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam Islam memiliki sejumlah tujuan mulia yang mencakup aspek-aspek spiritual, moral, dan sosial. Berikut ini adalah penjelasan rinci mengenai tujuan-tujuan tersebut:
1. Mendirikan Keluarga yang Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah
Tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah (tenang dan damai), mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (penuh kasih sayang). Pernikahan bukan sekadar ikatan kontraktual, tetapi komitmen suami-istri untuk menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan saling mendukung dalam ibadah kepada Allah SWT.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
2. Menjaga Kesucian Diri
Pernikahan berfungsi untuk menjaga kesucian diri dari perbuatan yang tidak dihalalkan oleh syariat. Dalam Islam, pernikahan menjadi jalan halal untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia dan menjaga agar umat Muslim tetap dalam keadaan suci dan terhindar dari dosa perzinahan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya pernikahan itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Memperoleh Keturunan yang Saleh
Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan yang saleh yang dapat melanjutkan ajaran Islam dan memberikan manfaat bagi orang tua serta masyarakat. Keturunan yang baik diharapkan menjadi generasi penerus yang berakhlak mulia dan berkontribusi dalam membangun peradaban Islam.
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahf: 46)
Hikmah di Balik Pernikahan
Pernikahan membawa berbagai hikmah yang memengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat secara luas. Beberapa hikmah tersebut antara lain:
1. Mewujudkan Ketenangan dan Stabilitas Emosional
Pernikahan membantu pasangan untuk merasakan kedamaian dan stabilitas emosional. Dengan adanya ikatan pernikahan, seorang suami dan istri saling mendukung dalam menghadapi tantangan hidup. Hubungan yang sehat dalam pernikahan dapat memberikan ketenangan hati dan pikiran, yang akhirnya membantu seseorang menjalankan kehidupannya dengan lebih produktif dan positif.
2. Sarana Ibadah kepada Allah SWT
Dalam Islam, pernikahan bukan hanya hubungan sosial, tetapi juga bentuk ibadah. Suami-istri yang hidup dalam pernikahan yang harmonis dan saling mendukung akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Setiap aktivitas dalam pernikahan, mulai dari menjaga kehormatan pasangan hingga mendidik anak-anak, dianggap sebagai ibadah jika dilakukan dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan ajaran Islam.
3. Membina Kerja Sama dan Solidaritas
Pernikahan mengajarkan nilai kerja sama dan solidaritas antara suami dan istri. Dengan hidup bersama, pasangan belajar untuk saling menghormati, bertoleransi, dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Hal ini membantu memperkuat hubungan dan membangun fondasi yang kokoh untuk keluarga dan masyarakat.
4. Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab
Dengan adanya pernikahan, seorang individu dituntut untuk menjadi lebih bertanggung jawab, baik sebagai suami, istri, maupun orang tua. Tanggung jawab ini mencakup pengelolaan keuangan, pengasuhan anak, hingga menjaga keharmonisan rumah tangga.
Etika dan Nilai Pernikahan dalam Islam
Islam memberikan panduan etika dalam pernikahan yang harus diikuti oleh pasangan suami-istri. Beberapa nilai penting dalam pernikahan menurut Islam antara lain:
- Saling Menghormati dan Mengasihi: Suami dan istri harus saling menghormati, memahami, dan mengasihi satu sama lain. Hal ini penting untuk menjaga keharmonisan dan kebahagiaan dalam rumah tangga.
- Memiliki Komunikasi yang Baik: Islam menganjurkan pasangan untuk berkomunikasi dengan baik dan jujur, sehingga kesalahpahaman dan konflik dapat dihindari.
- Menjaga Kesetiaan: Kesetiaan adalah kunci dalam pernikahan yang harmonis. Suami dan istri harus setia satu sama lain, baik dalam hal fisik maupun emosional.
- Membangun Pondasi Iman Bersama: Islam mengajarkan pentingnya memperkuat iman dalam pernikahan. Pasangan diharapkan dapat saling mengingatkan dalam kebaikan, menjalankan ibadah bersama, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam Islam, konsep “kesucian” seorang wanita sering kali diartikan sebagai keperawanan sebelum menikah. Namun, sangat penting untuk memahami bahwa Islam menilai seseorang berdasarkan taubat, akhlak, dan kebaikan hati, bukan semata-mata dari status fisik atau masa lalu. Pernikahan dalam Islam didasarkan pada niat yang tulus, kasih sayang, dan komitmen untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Perspektif Islam tentang Status Masa Lalu
Dalam ajaran Islam, semua manusia memiliki masa lalu, dan setiap individu memiliki kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Allah SWT sangat menganjurkan umat-Nya untuk bertaubat atas dosa-dosa mereka dan memperbarui diri. Firman Allah dalam Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun dan menerima taubat orang yang sungguh-sungguh:
“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Hal ini menunjukkan bahwa masa lalu seseorang, jika telah diiringi dengan taubat dan perubahan ke arah kebaikan, tidak seharusnya menjadi penghalang untuk dinilai dalam pernikahan. Yang lebih penting adalah kepribadian, keimanan, dan komitmen untuk menjalani hidup sesuai dengan syariat Islam.
Menikahi Wanita yang Pernah Berbuat Kesalahan
Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pertaubatan dan pembaruan diri. Menikahi wanita yang pernah melakukan kesalahan, termasuk hal-hal yang mungkin membuatnya “tidak suci” secara fisik, tidaklah terlarang selama wanita tersebut telah bertaubat dengan tulus. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak Adam pasti pernah berbuat dosa, dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)
Dengan kata lain, Islam memberikan ruang yang luas bagi siapa saja yang ingin memperbaiki diri. Selama seorang wanita telah bertaubat dan menjalani hidup sesuai ajaran Islam, status masa lalunya tidak seharusnya menjadi halangan bagi seorang Muslim untuk menikahinya. Allah SWT menilai seseorang berdasarkan hatinya dan ketulusan pertaubatannya.
Pandangan dalam Pernikahan
Dalam pernikahan, yang paling penting adalah niat untuk membangun kehidupan rumah tangga yang penuh kasih, saling mendukung, dan berpegang teguh pada ajaran Islam. Seorang pria Muslim yang menikahi wanita, terlepas dari masa lalunya, harus memahami bahwa akhlak, keimanan, dan kebaikan hati adalah hal-hal yang seharusnya menjadi prioritas dalam penilaian calon pasangan.
Prinsip-Prinsip yang Harus Dipegang
- Penerimaan dan Keikhlasan: Seorang pria yang memutuskan untuk menikahi wanita dengan masa lalu yang “tidak suci” harus memiliki keikhlasan dan penerimaan penuh. Pernikahan yang dilandasi rasa ragu atau ketidakjujuran bisa membawa masalah di kemudian hari.
- Memulai Kehidupan Baru: Pernikahan adalah awal dari babak baru dalam kehidupan, di mana kedua pasangan harus saling mendukung dan menjaga satu sama lain dalam menjalankan ajaran Islam.
- Mengutamakan Akhlak dan Keimanan: Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa agama dan akhlak adalah hal-hal yang paling penting dalam memilih pasangan:“Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama (keimanan), niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa keimanan dan akhlak harus menjadi dasar utama dalam memilih pasangan hidup.
Menikahi wanita yang “sudah tidak suci” menurut penilaian fisik bukanlah hal yang terlarang dalam Islam selama wanita tersebut telah bertaubat dan berkomitmen untuk menjalani hidup sesuai dengan ajaran agama. Islam menganjurkan umatnya untuk tidak menghakimi masa lalu seseorang jika mereka telah berubah dan kembali kepada Allah dengan tulus. Dalam pernikahan, keimanan, akhlak, dan niat untuk membangun kehidupan yang berlandaskan syariat Islam jauh lebih penting daripada sekadar status fisik seseorang.
Pernikahan yang didasari oleh pengertian, penerimaan, dan cinta yang tulus akan lebih mudah membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Ini sejalan dengan tujuan utama pernikahan dalam Islam, yaitu untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis dan mendapatkan ridha Allah SWT.