Table of Contents
Sebuah skandal korupsi besar di lingkungan PT Pertamina mencuat pada awal 2025. Kasus ini terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina periode 2018–2023 dan diduga merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai mengusut kasus ini setelah menemukan kejanggalan dalam pemenuhan kewajiban Pertamina untuk memprioritaskan pasokan minyak mentah dalam negeri sebelum impor. Pada 24–25 Februari 2025, Kejagung menggelar penggeledahan di berbagai lokasi (termasuk kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi) dan mengumumkan penetapan sejumlah tersangka. Skandal ini segera menarik perhatian nasional karena besarnya potensi kerugian negara dan dampaknya terhadap perekonomian, harga BBM, serta kepercayaan publik.
Kronologi Kasus

Proses Hukum dan Potensi Hukuman (Mei 2025)
Para tersangka menghadapi tuntutan berat dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara, bahkan Jaksa Agung mempertimbangkan hukuman mati bagi pelaku utama.
Awal Pengungkapan (Januari 2025)
Kejagung mulai menyelidiki dugaan korupsi dalam impor minyak mentah dan produk kilang oleh Pertamina. Indikasi awal muncul dari laporan internal mengenai ketidaksesuaian volume impor minyak dan pembayaran yang tidak wajar.
Penggeledahan dan Penyitaan Barang Bukti (Februari 2025)
Penyidik melakukan penggeledahan di beberapa kantor Pertamina serta kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Berbagai dokumen transaksi dan alat bukti digital disita sebagai bagian dari investigasi.
Penetapan Tersangka (Februari 2025)
Kejagung mengumumkan sembilan tersangka yang terdiri dari petinggi Pertamina dan pihak swasta. Mereka diduga bekerja sama dalam mengatur tender impor minyak serta manipulasi spesifikasi BBM yang dijual di pasaran.
Pemeriksaan Pejabat dan Mantan Komisaris (Maret 2025)

Sejumlah pejabat Pertamina, termasuk mantan Komisaris Utama, diperiksa untuk menggali lebih dalam keterlibatan internal dalam skandal ini. Salah satu yang turut diperiksa adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Komisaris Utama Pertamina. Ahok mengaku terkejut dengan besarnya nilai korupsi dalam kasus ini dan menegaskan bahwa sistem pengawasan di Pertamina masih memiliki banyak celah yang memungkinkan praktik korupsi berlangsung bertahun-tahun tanpa terdeteksi. Dalam sebuah pernyataan, Ahok menekankan pentingnya reformasi total dalam tata kelola perusahaan BUMN, khususnya dalam sektor energi, agar kasus serupa tidak terulang.
Dugaan Modus Operandi (Maret 2025)
Penyidikan menemukan bahwa korupsi dilakukan melalui pengoplosan BBM dengan kualitas lebih rendah dari yang diiklankan serta manipulasi harga dan volume impor minyak.
Perhitungan Kerugian Negara (April 2025)
Auditor negara melakukan audit investigatif dan menemukan bahwa kerugian mencapai Rp 193,7 triliun, menjadikan skandal ini sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Reaksi Pemerintah dan Masyarakat (April-Mei 2025)
Presiden memberikan pernyataan bahwa pemerintah berkomitmen untuk membersihkan Pertamina dari praktik korupsi. DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan direksi Pertamina, sementara warganet meluapkan kemarahan atas praktik korupsi ini.
Pihak yang Terlibat
Penyidikan Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus korupsi Pertamina ini. Para tersangka mencakup pejabat tinggi Pertamina dan oknum swasta yang bekerja sama menjalankan modus korupsi tersebut. Mereka adalah:
- Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (Subholding Commercial & Trading).
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock & Product pada PT Kilang Pertamina Internasional.
- Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
- Agus Purwono – Vice President Feedstock Management di PT Kilang Pertamina Internasional.
- Maya Kusmaya – Direktur Pemasaran Pusat & Niaga PT Pertamina Patra Niaga.
- Edward Corne – Vice President Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
- Muhammad Kerry Andrianto Riza – Beneficial owner perusahaan broker minyak PT Navigator Khatulistiwa.
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim (perusahaan perkapalan).
- Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Modus Operandi Korupsi

Penyidikan mengungkap modus operandi yang kompleks dan mencakup berbagai lini bisnis Pertamina:
- Pengoplosan Bahan Bakar: Oknum Pertamina membeli BBM RON 90 atau bahkan RON 88 dari luar negeri, namun membayarnya seolah-olah BBM RON 92 (Pertamax). Selisih harga antara BBM oktan rendah dan oktan tinggi menjadi keuntungan haram para pelaku.
- Persekongkolan dalam Impor: Pejabat Pertamina dan broker minyak bekerja sama dalam menentukan harga impor serta pemenang tender pemasokan minyak mentah.
- Manipulasi Biaya Pengapalan: Biaya pengapalan minyak impor digelembungkan secara tidak wajar untuk menguntungkan perusahaan pelayaran tertentu.
- Grup “Orang-Orang Senang”: Terungkap adanya grup WhatsApp rahasia yang diduga digunakan para pelaku untuk berkoordinasi dalam skema korupsi ini.
Dampak dan Respons Pemerintah
- Kerugian Negara: Skandal ini menyebabkan kerugian finansial negara hingga Rp 193,7 triliun dan membebani anggaran subsidi BBM.
- Reaksi Pemerintah: Presiden menegaskan komitmen untuk membersihkan Pertamina, sementara Kementerian BUMN merencanakan reformasi struktural.
- Dampak Sosial: Publik merasa tertipu dan geram, dengan banyak konsumen yang mulai beralih ke SPBU swasta akibat kehilangan kepercayaan terhadap Pertamina.
- Langkah Hukum: Para tersangka menghadapi ancaman hukuman maksimal, dan pemerintah mempertimbangkan restrukturisasi tata kelola Pertamina.
Memperlihatkan betapa rentannya Tata Kelola Indonesia
Skandal korupsi di Pertamina tahun 2025 ini memperlihatkan betapa rentannya sektor strategis terhadap praktik kecurangan jika tata kelola lemah dan pengawasan tidak optimal. Modus operandi yang canggih berhasil dijalankan selama bertahun-tahun, melibatkan kolaborasi antara oknum internal dan pihak eksternal. Kasus ini telah membuka mata publik bahwa praktik korupsi masih terjadi dalam skala besar di sektor energi. Oleh karena itu, pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat harus terus mengawal proses hukum hingga tuntas untuk memastikan keadilan ditegakkan dan reformasi dijalankan.