TRENGGALEK – Masyarakat harus siap-siap merogoh kocek lebih dalam. Pasalnya Pemkab Trenggalek memproyeksikan nilai tarif pajak dan retribusi gedung dan bangunan naik dalam peraturan daerah (perda) ke depan. Payung hukum itu akan ditargetkan selesai sebelum akhir 2022 oleh pansus I DPRD Trenggalek.
Ketua Pansus I DPRD Trenggalek Mugianto mengungkapkan, pembahasan tentang rancangan perda PBG masih dalam tahap pemaparan awal. Gambarannya, perda PBG menyesuasikan dengan peraturan perundang-undangan (PP) 16/2020 dengan substansi peralihan dari izin mendirikan bangunan (IMB) menjadi persetujuan bangunan gedung (PBG).
“Kita baru pemaparan, kita ingin tahu yang perlu di push (dorong) itu dimana, termasuk ini kan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan asli daerah,” ungkapnya. Kemudian, masyarakat yang berkecimpung dalam dunia usaha dan mendirikan bangunan atau gedung, tentu harus memenuhi persyaratan perda.
Adapun beberapa klasifikasi proyeksi kenaikan tarif atau retribusi antara IMB dan PGB. Di antaranya, hunian Rp 221.750 naik Rp 322.388 dalam PBG 0,3 persen, dan Rp 399.608 dalam PBG 0,4 persen. Sosial budaya 700 meter persegi, Rp 1.544.250 dalam IMB menjadi Rp 4.478.396 pada PGB 0,3 persen, dan Rp 5.883.800 pada PBG 0,4 persen.
Usaha industri 720 meter persegi, Rp 9.355.900 pada IMB, menjadi Rp 11.745.098 pada IMB 0,3 persen, dan Rp 14.988.338 pada IMB PBG 0,4 persen. Menara telekomunikasi mandiri 52 meter, Rp 9.943.160 IMB, Rp 32.492.423 PBG 0,3 persen, dan Rp 33.011.341 PBG 0,4 persen, dan sebagainya. “Itu kan hanya tolak ukur, itu gambaran tentang tarif, kita gambarkan kurang lebih di bawahnya Kediri. Besaran tarif, 0,1 sampai dengan 0,5 persen dari daerah lain,” jelasnya.
Namun karena pembahasan masih tahap awal, maka masih ada pembahasan lain dengan organisasi perangkat daerah (OPG) mitra pansus I. Ditargetkan, raperda PBG dan NPWP bisa diselesaikan sebelum 2022. Sementara, wacana penyusunan aturan yang terkait pajak dan retribusi menjadi satu payung hukum, masih menunggu PP. “Sesuai dengan UU 1/2022, semua pajak dan retribusi daerah itu harus dijadikan dalam satu perda. Tapi PP-nya belum keluar. Nanti kita persiapkan objek retribusi menjadi satu perda sesuai dengan undang-undang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Trenggalek Ramelan membenarkan, perda PBG berfungsi sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi. “Nilai dalam tarif dan retribusi PBG naik dibandingkan IMB,” ungkapnya. (tra/rka)