Jakarta, 2025 — Mungkin kamu sudah pernah dengar seseorang berceletuk, “Woy, sudah yappingnya?” atau lihat komentar di TikTok yang nyinyir tapi menggelitik: “Nih orang kerjanya yapping mulu, hasil kagak ada.” Fenomena ini meledak bak petasan di media sosial. Tapi sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan yapping?
Apa Itu Yapping?
Yapping adalah istilah gaul yang berasal dari bahasa Inggris, yang awalnya digunakan untuk menggambarkan suara gonggongan anjing kecil yang menggema dan berisik, namun sering kali tidak punya dampak nyata. Dalam konteks kekinian—khususnya di Indonesia—yapping mengalami transformasi makna yang sangat unik. Istilah ini kini digunakan untuk menyindir orang yang kebanyakan bicara, terlalu banyak berkomentar, tapi minim aksi.
Lebih dari sekadar kata ejekan, yapping telah menjelma jadi budaya mikro dalam ekosistem digital. Biasanya digunakan untuk menanggapi netizen yang terlalu vokal mengomentari isu publik, tapi tidak melakukan apa-apa secara nyata. Misalnya, orang yang nyinyir soal kebijakan pemerintah di Twitter, tapi bahkan tidak tahu bedanya Perpres dan Perda.
Asal Muasal Yapping Jadi Tren
Fenomena yapping mulai muncul di jagat maya sekitar akhir 2023, dan mencapai puncak viralnya di awal 2024. Berawal dari unggahan meme akun-akun shitposting lokal, seperti @wkwkland dan @ngakakreceh.id, istilah ini kemudian diadopsi secara luas oleh Gen Z dan para digital native.
Konten-konten yapping biasanya dibalut dalam bentuk video reaksi, komentar sarkastik, atau cuitan dengan nada bercanda yang menusuk. Tak jarang pula digunakan untuk menyindir influencer yang terlalu sering berbicara soal topik sensitif tanpa dasar informasi yang kuat.
Yapping dalam Dunia Nyata: Sindiran atau Alarm Sosial?
Menariknya, yapping bukan hanya sekadar candaan. Bagi sebagian kalangan, ini adalah alarm sosial. Ia menjadi cermin digital bahwa di era di mana semua orang bisa bersuara, tidak semua suara perlu didengar, apalagi dipercaya. Aktivis digital menyebut fenomena yapping sebagai gejala dari “banjir opini, kekeringan aksi”.
“Ini tuh kayak bentuk sindiran halus tapi nyentil. Biar orang mikir, ‘gue ngomong mulu tapi udah ngelakuin apa?'” ujar Ardi Saputra, seorang digital strategist yang mengamati tren media sosial.
Dipakai Untuk Menang Argumen
Yang menarik, dalam beberapa kasus, istilah “sudah yappingnya?” dipakai bukan cuma untuk menyindir, tapi juga sebagai alat retorika agar terlihat unggul dalam argumen. Di tengah debat panas, baik itu di kolom komentar, Twitter Spaces, hingga forum diskusi online, frasa ini bisa digunakan untuk menjatuhkan lawan secara verbal.
Dengan mengucapkan “sudah yappingnya?”, seseorang bisa membalikkan posisi argumen lawan tanpa perlu menjawab substansi. Kalimat ini seperti rem darurat: mematikan lawan bicara dengan asumsi bahwa semua yang dikatakan hanyalah ocehan tak berguna. Ini yang membuatnya jadi kontroversial—karena mengaburkan batas antara lelucon, ejekan, dan teknik debat yang manipulatif.
Bagaimana Yapping Mengubah Bahasa Pop Kita?
Tidak hanya jadi istilah viral, yapping juga menyusup ke berbagai percakapan sehari-hari. Di tongkrongan anak muda, yapping sering dipakai untuk saling roasting dengan gaya komedi. Di sisi lain, beberapa brand marketing bahkan mulai menyisipkan kata ini dalam kampanye promosi mereka.
Contohnya, sebuah iklan kopi kekinian sempat memakai tagline, “Ngopi dulu, baru ngomong. Jangan yapping doang.” Sontak, kampanye tersebut langsung jadi bahan perbincangan hangat dan berhasil menaikkan engagement.
Kontroversi: Apakah Yapping Selalu Negatif?
Namun tidak semua orang menyukai istilah ini. Sebagian kalangan menilai kata yapping dapat digunakan untuk membungkam kritik atau menghindari diskusi serius. “Ada yang jadi takut ngomong karena takut dicap yapping,” ujar Nia Rahmawati, seorang jurnalis muda.
Dalam beberapa kasus, istilah ini malah menjadi alat gaslighting. Orang yang sebenarnya punya niat baik dan mau menyampaikan kritik konstruktif, malah dituduh yapping dan dianggap remeh.
Yapping dan Etika Bermedia Sosial
Fenomena yapping seharusnya jadi pengingat bahwa kebebasan berbicara perlu dibarengi dengan tanggung jawab. Menyuarakan opini itu sah, bahkan penting. Tapi perlu dipikirkan juga apakah suara itu berdampak, berdasar, dan beretika.
Kalau kamu sering “nyautin” isu politik, sosial, atau tren selebritas tanpa tahu konteksnya, bisa jadi kamu sedang yapping. Tapi jika kamu menyuarakan kebenaran, memberikan solusi, atau menyampaikan kritik dengan data, itu bukan yapping, itu kontribusi.
Apakah Kamu Sudah Yapping Hari Ini?
“Sudah yappingnya?” bukan cuma ejekan, tapi refleksi. Ia bisa jadi lucu, bisa juga menohok. Bisa jadi cara untuk mengajak diam, bisa juga menjadi alarm agar kita bicara lebih bijak.
Di era digital yang penuh bising ini, mungkin kita perlu belajar membedakan antara suara yang perlu didengar dan suara yang hanya menggonggong.
Jadi… kamu tim ngomong seperlunya? Atau masih yapping aja?
Radar Tulungagung adalah situs portal berita lokal yang menyediakan informasi terkini, aktual, dan terpercaya seputar Kabupaten Tulungagung dan sekitarnya.
Sebagai sumber berita yang profesional, Radar Tulungagung menyajikan berbagai topik menarik mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga gaya hidup dan olahraga.