Table of Contents
Di dunia sepak bola, nama Manchester United atau MU telah lama melekat sebagai simbol kejayaan dan kemewahan. Tapi kini, di tengah laporan keuangan terbaru dan performa yang merosot tajam di Premier League, muncul pertanyaan yang mengusik nalar para penggemar: Apakah Manchester United sedang menuju kebangkrutan? Atau bahkan lebih ekstrem — apakah MU bisa dianggap sebagai klub termiskin di dunia?
Klub Termiskin di dunia, ternyata Bukan MU !
Dalam dunia sepak bola yang gemerlap, di mana transfer pemain bisa mencapai ratusan juta euro, ada kisah pilu dari klub-klub yang pernah berjaya namun kini terpuruk dalam kemiskinan. Salah satunya adalah FC Girondins Bordeaux, klub legendaris Prancis yang pernah menjadi rumah bagi Zinedine Zidane.

Kejayaan yang Terlupakan
FC Girondins Bordeaux bukanlah nama asing di kancah sepak bola Eropa. Klub ini pernah meraih berbagai prestasi dan menjadi tempat berkembangnya pemain-pemain hebat seperti Zinedine Zidane, Yoann Gourcuff, dan Bixente Lizarazu. Namun, kejayaan itu kini tinggal kenangan.
Kejatuhan yang Menyakitkan
Pada tahun 2022, Bordeaux dinyatakan bangkrut dan terdegradasi ke Divisi Keempat Liga Prancis. Nilai klub yang dulunya mencapai ratusan juta euro kini hanya tersisa sekitar 250 ribu euro atau sekitar Rp4,35 miliar .
Dukungan Suporter yang Tak Pernah Padam
Meskipun terpuruk, semangat para suporter Bordeaux tidak pernah luntur. Mereka tetap setia mendukung tim kesayangan mereka, menghadiri pertandingan, dan memberikan semangat di setiap laga. Dukungan ini menjadi bukti bahwa cinta sejati dalam sepak bola tidak tergantung pada prestasi atau kekayaan.
Harapan di Tengah Keterpurukan
Meskipun berada di titik terendah, Bordeaux tidak menyerah. Dengan dukungan suporter dan manajemen yang berkomitmen, klub ini berusaha bangkit kembali. Langkah-langkah restrukturisasi dan pengelolaan keuangan yang lebih baik diharapkan dapat membawa Bordeaux kembali ke jalur kejayaan.
Tidak, MU Bukan Klub Termiskin di Dunia
Pertama-tama, mari kita luruskan. MU bukan klub termiskin di dunia. Jauh dari itu. Klub seperti FC Girondins Bordeaux dari Prancis-lah yang layak memegang predikat tersebut. Bordeaux, yang dulu menjadi rumah Zinedine Zidane, terdegradasi ke divisi keempat dan hanya memiliki valuasi senilai 250 ribu euro — nyaris tak bernilai dibanding klub-klub papan atas Eropa.
Sebaliknya, Manchester United justru menempati posisi ke-2 dalam daftar klub paling bernilai versi Forbes tahun 2024, dengan valuasi fantastis mencapai $6,55 miliar. Namun, cerita MU tidak sedang indah-indahnya.
Pendapatan Besar, Tapi Masalah Semakin Membesar
Menurut Deloitte Football Money League 2025, MU berada di peringkat keempat klub dengan pendapatan tertinggi, meraup €770,6 juta (sekitar £661 juta) pada musim 2023/2024. Tapi di balik angka megah itu, kondisi operasional MU tengah goyah.
Pada laporan keuangan kuartal kedua tahun fiskal 2025, MU mencatat kerugian sebelum pajak sebesar £27,7 juta, dan total utang klub meningkat menjadi £515,7 juta. Ini terjadi seiring penurunan pendapatan siaran sebesar 42%, menyusul kegagalan mereka lolos ke Liga Champions dan jebloknya performa liga domestik — hanya finis di peringkat 15 Premier League musim 2024/25, posisi terburuk dalam sejarah Premier League.

Mega Sponsor di Balik Kemewahan MU
Di sisi lain, MU tetap menjadi raksasa komersial. Klub ini punya lebih dari 40 mitra sponsor, termasuk:
- Adidas: Kontrak pemasok perlengkapan sebesar £75 juta per tahun hingga 2035.
- Snapdragon (Qualcomm): Sponsor utama di depan jersey, senilai £60 juta per tahun.
- Tezos: Sponsor perlengkapan latihan dan mitra blockchain resmi.
- DXC Technology: Sponsor lengan jersey dan mitra transformasi digital.
- Apollo Tyres, Betfred, dan puluhan sponsor lainnya dari berbagai industri.
Total pendapatan dari sponsor MU pada musim 2023/24 diperkirakan melampaui $332 juta, menjadikannya salah satu klub dengan pendapatan sponsor tertinggi di dunia.
Ketika Kemewahan Tidak Selaras dengan Prestasi
Masalah MU saat ini bukanlah kekurangan uang, melainkan kegagalan dalam pengelolaan. Kritik bertubi-tubi datang dari berbagai kalangan atas pemecatan Erik ten Hag dan manajemen yang dinilai inkonsisten serta tidak terarah. Investasi besar tidak dibarengi dengan hasil yang memuaskan di lapangan.
Dalam konteks ini, perbandingan dengan klub seperti Bordeaux justru menciptakan ironi. Di satu sisi, Bordeaux miskin secara finansial namun didukung fanatik oleh suporternya. Di sisi lain, MU memiliki kekayaan luar biasa namun performa dan arah klub menjadi tanda tanya besar.
Bagi klub sekelas Manchester United, kerugian sesaat mungkin bukan bencana. Namun jika tidak segera ada perubahan, maka harta tak menjamin masa depan. Kombinasi manajemen buruk, utang besar, dan ketidakstabilan performa bisa saja menjerumuskan klub ke jurang kebangkrutan, seperti yang terjadi pada beberapa klub besar Eropa sebelumnya.
Cermin Besar dari Sepak Bola Modern
Manchester United saat ini adalah representasi nyata dari kontradiksi dalam sepak bola modern: klub kaya raya namun rapuh dari dalam. Ketika nama besar tak lagi menjamin kejayaan, dan ketika miliaran dolar sponsor tak bisa menyelamatkan performa di lapangan, maka kita tahu, uang bukan segalanya.
Dan untuk para pendukung MU di seluruh dunia, mungkin ini saatnya mengingatkan klub bahwa apa yang mereka butuhkan bukan hanya angka besar di neraca keuangan, tapi juga hati, kebanggaan, dan arah yang jelas.