TULUNGAGUNG – Rehabilitasi terhadap lahan bekas pertambangan yang dilakukan di Tulungagung bagian selatan dinilai masih kurang. Keadaan ini memungkinkan terjadinya bencana banjir lumpur di sekitar area tersebut.
Deputi Advokasi dan Investigasi PPLH Mangkubumi, Maliki mengatakan, masih ada pertambangan terutama tambang marmer di Tulungagung bagian selatan yang belum taat kewajiban sosial dan lingkungan rehabilitasi pascapenambangan. Hal itu berdasarkan pasal 74 Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dia melanjutkan, tidak cuma ada, tetapi banyak lahan bekas tambang yang belum dilakukan rehabilitasi lahan. Di daerah Tulungagung selatan terdapat perusahaan skala internasional yang belum jelas sudah melakukan rehabilitasi lahan atau tidak. Area itu tertutup dan dibatasi sehingga pihaknya kekurangan akses untuk mengetahui tentang rehabilitasi yang dilakukan.
“Karena kita tahu, marmer dari Tulungagung ini kualitasnya bagus, bahkan terbaik nomor dua di dunia. Namun belum pernah mendengar tentang rehabilitasi pascatambang yang dilakukan,” katanya.
Dia menjelaskan, seharusnya bekas pertambangan harus ada dana lingkungan untuk pemulihan lahan. Dinilainya, seolah-olah yang bertanggung jawab atas dampak tambang ini adalah pemerintah daerah, padahal yang memberi izin terkait tambang yang ada di Tulungagung adalah pemerintah pusat karena merupakan lahan negara. “Kalau ada lahan yang ditambang seharusnya ada lahan yang direhabilitasi,” katanya.
Dia menambahkan, salah satu penyebab bencana banjir lumpur di Tulungagung bagian selatan seperti daerah Kecamatan Besuki, Campurdarat, Bandung, Tanggunggunung, dan Kecamatan Pakel adalah pengelolaan lahan bekas tambang yang tidak teratasi dengan baik dan tak mengindahkan rehabilitasi lingkungan.
“Banjir sekarang disertai lumpur, kalau ditelisik lebih dalam itu akibat dari rehabilitasi lahan tambang yang masih belum teratasi,” tandasnya. (mg1/c1/din)