Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Filipina menggelontorkan dana ratusan miliar peso untuk program mitigasi banjir dan pengendalian aliran sungai. Salah satunya berupa pembangunan river wall atau tanggul sungai beton yang bertujuan untuk menahan volume air berlebih saat musim hujan, mencegah erosi tebing sungai, serta melindungi pemukiman di pinggir sungai.
Menurut laporan, sejak 2022 sampai pertengahan 2025, telah dialokasikan kurang lebih 545 miliar peso untuk proyek pengendalian banjir dan mitigasi sungai. Sebagian besar proyek ini dikelola oleh Department of Public Works and Highways (DPWH).
Namun sejak pertengahan 2024 hingga 2025, muncul laporan-laporan tentang dugaan ghost projects (proyek hantu), proyek yang dinyatakan selesai atau dibayar penuh tetapi faktanya tidak pernah terbangun. Belum lagi dugaan monopoli kontraktor, lisensi sewaan (license renting), dan overpricing yang merugikan uang publik.
Salah satu kasus yang paling mencuri perhatian adalah proyek river wall di Purok 4, Barangay Piel, Baliuag, Bulacan, sebuah tanggul beton senilai sekitar ₱55,7 juta yang ternyata tidak pernah ada di lokasi.
Kasus Tanggul Beton Palsu di Baliuag, Bulacan
Presiden Ferdinand Marcos Jr. sendiri pernah mengunjungi lokasi di Bulacan dan mengungkap bahwa tanggul beton senilai ₱55,7 juta itu tidak ada alias non-existent concrete river wall.
Keanehan proyek ini mencuat karena secara administratif, proyek itu tercatat selesai dan telah dibayar penuh kepada kontraktor — yaitu SYMS Construction Trading. Tetapi saat dilakukan inspeksi fisik, tidak ada konstruksi yang terlihat. Selain itu, proyek ini tampaknya dikelola tanpa pengawasan yang memadai dan tanpa kehadiran supervisi teknis lapangan.
Senator di komite Blue Ribbon bahkan mengeluarkan panggilan terhadap kontraktor yang tidak muncul (no-show contractors) dalam persidangan. Beberapa kontraktor yang diundang menolak hadir dengan alasan menghindari pengakuan diri sendiri dari potensi pelanggaran.
Kejanggalan proyek ini kemudian menjadi simbol dari persoalan yang lebih besar: proyek pengendalian banjir yang secara administrasi diklaim beres, namun secara fisik tidak ada atau sangat di bawah standar.
Skala dan Pola Korupsi dalam Proyek Pengendalian Banjir
Kasus tanggul beton palsu di Bulacan bukanlah satu-satunya. Ada banyak indikasi bahwa pola seperti ini tersebar di berbagai wilayah, khususnya di Central Luzon dan Metro Manila. Berikut pola-pola indikatif korupsi yang ditemukan:
Ghost Projects
Banyak proyek dicatat selesai walaupun secara fisik tidak pernah terbangun. Ini termasuk proyek-pryek sungai atau tanggul kecil di beberapa barangay.
Monopoli Kontraktor dan Konsentrasi Anggaran
Hanya segelintir kontraktor yang sering memenangkan tender. Dari ribuan proyek, hanya sekitar 15 kontraktor dari lebih 2.400 kontraktor terakreditasi yang mendapatkan sekitar 20 % dari total anggaran banjir. Ini mencerminkan konsentrasi manfaat proyek kepada pihak-pihak tertentu.
License Renting / Penyewaan Lisensi
Beberapa kontraktor dilaporkan menyewa lisensi dari kontraktor lebih besar (triple-A atau quadruple-A), sementara mereka sendiri melakukan pekerjaan, seringkali tanpa kualitas yang memadai. Hal ini diduga menjadi celah untuk menghasilkan konstruksi yang buruk dengan harga mahal.
Overpricing dan Identical Cost Projects
Ada proyek di lokasi berbeda yang biayanya identik meskipun kondisi lapangan berbeda. Ini menandakan kemungkinan mark-up anggaran atau penggelembungan harga.
Kurangnya Supervisi dan Pengawasan Teknis
Beberapa proyek dilaporkan dilakukan tanpa pengawasan memadai dari DPWH atau pihak teknis independen. Ketidakhadiran sertifikasi koordinasi dengan pemerintah lokal (Certificate of Coordination) juga menjadi masalah di beberapa kota.
Implikasi Politik dan Pengaruh Kongres
Ada indikasi bahwa sebagian proyek dimasukkan melalui budget insertions oleh anggota DPR/Senat, sehingga tidak melalui proses evaluasi teknis memadai. Senator Panfilo Lacson dalam pidatonya menyebut bahwa sampai setengah dari anggaran mitigasi banjir selama 15 tahun bisa hilang karena korupsi, dan hanya sekitar 40 % dari anggaran tersebut yang benar-benar menghasilkan konstruksi nyata.
Tanggapan Pemerintah dan Langkah Penyelidikan
Setelah berbagai laporan publik dan komplain dari masyarakat, pemerintah Filipina menanggapi dengan beberapa langkah berikut:
Presiden Marcos Jr. telah memerintahkan pembentukan panel khusus untuk mengawasi dan menindak lanjuti proyek mitigasi banjir dan tanggul sungai.
Kementerian Keuangan (Finance) menyebut bahwa proyek-proyek bermasalah itu bisa menjadi sabota ekonomi, dan pihak-pihak besar yang terbukti bersalah bisa dikenakan tuduhan sabota ekonomi (“economic sabotage”).
Komisi Audit Filipina (COA) menggelar audit penipuan (fraud audit) di wilayah Bulacan dan beberapa provinsi lain, khususnya untuk proyek-proyek pengendalian banjir.
Biro Pajak (Bureau of Internal Revenue / BIR) membuka penyelidikan terhadap kepatuhan pajak kontraktor yang diduga terlibat dalam proyek bermasalah.
Senat Filipina melalui Komite Blue Ribbon mengadakan persidangan terbuka, memanggil kontraktor dan pejabat pemerintah, serta menyita barang bukti seperti dokumen kontrak dan aset mewah milik kontraktor.
Presiden Marcos juga memerintahkan lifestyle checks terhadap pejabat publik, terutama yang terlibat dalam proyek mitigasi banjir. Tujuannya untuk memastikan integritas dan melacak kemungkinan kekayaan tidak wajar.
Sebagai bentuk langkah awal, DPWH di bawah sekretaris baru Vince Dizon meminta pengunduran diri sementara pejabat-pejabat distrik teknik (district engineers), serta pembekuan sementara bidding proyek-proyek lokal tanggul sungai.
Untuk lebih menjaga transparansi, DPR juga meminta agar seluruh proyek tanggul sungai atau flood control mencantumkan sertifikat koordinasi dari pemerintah lokal (Certificate of Coordination) dan melibatkan audit teknis independen.
Dampak terhadap Publik dan Tanggapan Masyarakat
Kerugian tidak hanya berupa finansial, melainkan juga kepercayaan publik terhadap program mitigasi banjir menjadi goyah. Ketika hujan lebat atau badai tiba, masyarakat berharap ada tanggul sungai yang kuat dan berfungsi. Namun kenyataannya, banyak wilayah tetap mengalami banjir dan kerusakan rumah meskipun telah dicanangkan sebagai lokasi proyek mitigasi.
Masyarakat di beberapa kota dan barangay melaporkan bahwa setelah proyek dinyatakan selesai, struktur tanggul beton (jika ada) cepat rusak, retak, atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam beberapa kasus, tanggul jebol atau tidak sanggup menahan arus sungai saat air deras, menyebabkan kerusakan lebih besar.
Netizen Filipina pun kerap melakukan corrupt shaming terhadap kontraktor atau figur publik yang terkait, termasuk menyebut mereka sebagai “nepo babies” jika ada indikasi kekayaan berlebihan yang tidak wajar. Beberapa influencer dan figur publik yang keluarganya memiliki perusahaan konstruksi mendapat kritik pedas, terutama ketika proyek pengendalian banjir gagal melindungi pemukiman dari banjir.
Tokoh agama Katolik serta pemimpin gereja di Filipina juga ikut mengutuk korupsi proyek pengendalian banjir ini, menyebutnya bukan hanya pelanggaran keuangan, tetapi juga pelanggaran moral yang merendahkan martabat masyarakat yang menjadi korban banjir dan kerugian.
Hambatan dan Tantangan dalam Penindakan
Walaupun tindakan penyelidikan dan audit sudah dijalankan, ada beberapa tantangan signifikan:
Pertama, banyak kontraktor atau pihak terkait yang enggan hadir dalam persidangan, bahkan memanggil diri mereka sebagai ‘no-show contractors’. Ini menyulitkan pengumpulan bukti langsung.
Kedua, meski pemerintah memerintahkan lifestyle checks, sebagian analis menilai langkah ini masih belum cukup karena tidak semua kekayaan tersembunyi dapat terungkap hanya dari SPD (Statement of Assets, Liabilities and Net Worth) dan data deklarasi.
Ketiga, adanya intervensi politik melalui budget insertions atau alokasi langsung oleh anggota DPR/Senat, membuat beberapa proyek tidak melalui evaluasi teknis yang ketat dan prosedur tender yang transparan. Hal ini melemahkan mekanisme pengawasan administratif dan teknis.
Keempat, potensi konflik kepentingan dan korporasi besar yang sudah lama berkecimpung dalam proyek infrastruktur membuat upaya perubahan menjadi sulit karena mereka memiliki jaringan dan pengaruh yang kuat.
Kelima, meski ada tekanan publik dan persidangan terbuka, proses peradilan memakan waktu lama, menyulitkan upaya pemulihan keuangan negara dan pertanggungjawaban segera.
Timeline Skandal River Wall Filipina (2024–2025)
Juli 2024 : Komisi Audit Filipina (COA) menerima laporan awal adanya proyek tanggul sungai yang tidak sesuai dengan dokumen pembayaran.
September 2024 : Media lokal mulai melaporkan dugaan proyek hantu di Bulacan dan Pampanga. Laporan investigasi menyebut beberapa kontraktor yang sama selalu memenangkan tender.
Desember 2024 : Muncul gelombang kritik di media sosial. Tagar #RiverWallScam dan #FloodControlCorruption mulai trending.
Maret 2025 : Presiden Ferdinand Marcos Jr. melakukan inspeksi langsung ke Bulacan. Ia menemukan proyek tanggul senilai ₱55,7 juta yang ternyata tidak ada.
April 2025 : Senat membentuk Komite Blue Ribbon untuk menyelidiki kasus ini. Beberapa kontraktor dipanggil, namun sebagian besar tidak hadir.
Mei 2025 : Netizen melakukan corrupt shaming pada keluarga kontraktor. Beberapa influencer anak kontraktor jadi sorotan.
Juli 2025 : Pemerintah memerintahkan lifestyle checks pada pejabat publik dan keluarga kontraktor. Netizen Filipina menyoroti selebgram seperti Claudine Co, Jammy Cruz, hingga Gela Alonte.
Agustus 2025 : PCIJ (Philippine Center for Investigative Journalism) dan media internasional merilis laporan detail mengenai konsentrasi proyek banjir pada segelintir perusahaan.
September 2025 : Skandal ini resmi menjadi isu nasional. Presiden Marcos Jr. menyebut adanya dugaan “economic sabotage”. Senat memperluas penyelidikan ke ratusan proyek flood control di berbagai provinsi.
Daftar Influencer / Selebgram yang Terseret
Claudine Co
Claudine Co adalah influencer-penyanyi asal Bicol, anak dari Christopher Co, pemilik Hi-Tone Construction & Development Corporation, dan keponakan Zaldy Co (yang terlibat di dunia politik dan pembangunan). Ia menjadi sorotan setelah membagikan konten mengenakan barang-barang mewah, jet pribadi, dan gaya hidup glamor di tengah kontroversi proyek flood control di Filipina. Netizen menuding adanya disconnect antara gaya hidupnya dan keadaan masyarakat yang terdampak banjir.
Jammy Cruz
Jammy Cruz adalah anak dari Noel Cruz, pemilik Sto. Cristo Construction and Trading Inc. di Limay, Bataan. Pada 2025, sebuah video lama yang menampilkan ia memamerkan tas Chanel mewah kembali viral, memicu kritik publik karena perusahaan keluarganya dilaporkan terlibat proyek pengendalian banjir. Setelah video tersebut viral, Jammy Cruz memilih untuk menonaktifkan kanal YouTube-nya dan mengatur akun Instagram nya menjadi privat.
Gela Alonte
Angela “Gela” Alonte adalah artis dan anak dari walikota Biñan, Angelo “Gel” Alonte. Ia menjadi sorotan karena sebuah video lama yang memperlihatkan komentarnya (dengan nada santai) tentang dinasti politik, yang kemudian viral kembali di saat masyarakat Biñan sedang menghadapi dampak banjir pasca topan. Meskipun tidak langsung terbukti terlibat korupsi, momen itu dianggap oleh netizen sebagai simbol ketidakpekaan elit terhadap penderitaan publik.
Kitty Duterte
Veronica “Kitty” Duterte, meskipun bukan figur politik secara langsung, pernah muncul di beberapa pembahasan netizen terkait gaya hidup mewah yang dipertanyakan dalam konteks keluarga Duterte dan alokasi dana flood control. Menurut catatan, dia tidak langsung dituduh melakukan korupsi, tetapi sering muncul dalam diskusi publik soal ketimpangan dan citra keluarga politisi di media sosial.
Lemuel Lubiano
Ia disebut dalam laporan bersama Claudine Co sebagai figur yang mendapat sorotan karena gaya hidup mewahnya di tengah kontroversi proyek flood control. Lubiano adalah kerabat dari Lawrence Lubiano, presiden Centerways Construction and Development Inc., perusahaan kontraktor dari Sorsogon yang diduga terlibat dalam proyek flood control. Netizen menyoroti bahwa ia kerap memposting barang-barang mewah, jet pribadi, dan aktivitas liburan internasional, sementara proyek publik yang diduga bermasalah terus dalam investigasi.
Angela “Gela” Alonte
Gela Alonte juga disebut dalam laporan media sebagai bagian dari influencer/anak politisi yang mendapat backlash oleh netizen. Ia berasal dari keluarga politisi di Laguna (ayahnya adalah walikota Biñan, Angelo “Gel” Alonte). Walau belum ada bukti langsung bahwa ia terlibat korupsi, gaya hidupnya menjadi simbol ketidakpekaan pada publik terhadap persoalan infrastruktur banjir.
Camille Co
Camille Co pernah meminta agar namanya tidak dikaitkan dengan kontroversi flood control, setelah sempat muncul di media bahwa dia “terkait oleh hubungan keluarga.” Namun ia menegaskan bahwa dia bukan “nepo baby” dan tidak punya hubungan langsung dengan proyek kontraktor banjir. Walau demikian, kemunculannya dalam pemberitaan sempat menarik perhatian publik sebagai salah satu figur yang “tertinggal dalam pusaran sorotan”.
(Potensial) Anak-anak dari pasangan Sarah dan Curlee Discaya
Walau bukan influencer yang eksplisit disebutkan media sebagai selebgram, pasangan Sarah Discaya dan Pacifico “Curlee” Discaya kerap disebut sebagai “king and queen of flood control” karena kontraktor mereka (Alpha & Omega, St. Timothy, St. Matthew, St. Gerrard, dkk) memperoleh porsi besar dari proyek flood control pemerintah. Karena skala kekayaan dan investasi yang besar, netizen dan beberapa media menduga bahwa anggota keluarga mereka (termasuk yang mungkin aktif di media sosial) menikmati gaya hidup yang sangat tinggi, meski belum terverifikasi sebagai influencer resmi.
Bukan Soal persoalan Teknis dan gagal konstruksi semata
Sebagai penulis yang mengikuti perkembangan ini, saya melihat bahwa kasus tanggul sungai di Filipina bukanlah sekadar persoalan teknis atau kegagalan konstruksi semata. Ini adalah cerminan kerentanan sistem pengadaan publik terhadap praktik korupsi, lemahnya pengawasan, dan pengabaian terhadap dampak nyata terhadap masyarakat yang paling rentan.
“Kalau proyek mitigasi banjir pun bisa digadaikan oleh praktik korupsi, bagaimana nasib rumah-rumah rakyat ketika hujan deras atau badai datang? Ini bukan hanya soal uang yang hilang, tetapi soal keselamatan dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.”