Table of Contents
Sidoarjo, Jawa Timur – Sebuah peristiwa tragis mengguncang warga Desa Tambakrejo, Kecamatan Waru, Sidoarjo, pada Rabu, 13 November 2024. Seorang anak berinisial H (30) diduga tega menghabisi nyawa ibu kandungnya, Suwati (50), lantaran permintaannya untuk dibelikan handphone (HP) tidak dipenuhi.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan warga setempat, sekitar pukul 12.30 WIB, terdengar teriakan minta tolong dari rumah korban. Warga yang curiga segera mendatangi lokasi dan mendapati pintu rumah dalam keadaan terkunci. Setelah berhasil mendobrak pintu, mereka menemukan Suwati tergeletak di lantai kamar dengan kondisi bersimbah darah. Di dekatnya, H terlihat dalam kondisi teler, diduga akibat pengaruh minuman keras.
“Sebelumnya terdengar keributan antara anak dan ibu kandungnya. Setelah warga berdatangan, terlihat korban tengkurap di lantai,” ujar Aan, salah satu tetangga korban.
Motif Pembunuhan
Berdasarkan informasi yang dihimpun, H kerap meminta ibunya untuk membelikan HP baru. Namun, karena keterbatasan ekonomi, permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Suwati. Hal ini diduga memicu kemarahan Hendrikus hingga nekat melakukan tindakan keji tersebut.
“Memang sering bertengkar antara kakak sama Ibu, tapi tidak separah hari ini. Saya sempat mendengar ada permintaan, tapi permintaan apa saya sendiri tidak mengetahui,” ungkap W, anak kedua korban.
Tindakan Warga dan Penanganan Polisi
Setelah kejadian, warga segera mengamankan H dan melaporkan insiden tersebut ke Polsek Waru. Petugas kepolisian yang tiba di lokasi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengevakuasi jenazah Suwati ke Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Sabhara Porong Sidoarjo untuk keperluan autopsi.
“Memang betul ada peristiwa tersebut, saat ini masih dalam penyelidikan,” kata Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo AKP Fahmi Amarullah.
Reaksi Masyarakat
Peristiwa ini mengejutkan masyarakat luas dan menimbulkan keprihatinan mendalam. Banyak yang tidak menyangka bahwa permintaan sederhana seperti HP dapat memicu tindakan kriminal yang begitu keji. Kasus ini menjadi sorotan media dan memicu diskusi mengenai pentingnya komunikasi dalam keluarga serta pengendalian emosi.
Pentingnya Pendidikan Karakter dan Pengendalian Emosi
Kasus ini menyoroti pentingnya pendidikan karakter dan pengendalian emosi dalam keluarga. Orang tua diharapkan dapat membimbing anak-anaknya untuk memahami situasi ekonomi keluarga dan mengajarkan cara mengelola kekecewaan. Selain itu, dukungan psikologis dan komunikasi yang baik antara anggota keluarga sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya konflik yang berujung pada tindakan kriminal.
Apakah Umur 30 Minta dibelikan Ponsel Masih Masuk Akal?
Kebutuhan akan ponsel di zaman sekarang memang sudah dianggap esensial, apalagi untuk pekerjaan dan komunikasi sehari-hari. Namun, apakah masuk akal bagi seseorang yang telah berusia 30 tahun untuk meminta dibelikan ponsel baru oleh orang tuanya? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat dari dua sisi.
Jika Individu Sedang Mengalami Kesulitan Ekonomi Serius
Dalam kasus di mana seseorang sedang mengalami kondisi ekonomi yang serius, misalnya baru saja kehilangan pekerjaan atau menghadapi beban finansial lain yang mendesak, meminta bantuan orang tua untuk kebutuhan yang benar-benar penting mungkin masih bisa dimaklumi. Namun, hal ini sebaiknya tetap bersifat sementara dan disertai dengan upaya individu untuk mencari solusi atas kesulitan yang dialaminya.
Jika Hanya Mengikuti Keinginan Pribadi atau Tekanan Sosial
Sebaliknya, jika permintaan tersebut muncul semata-mata karena keinginan pribadi atau mengikuti tren, maka hal ini menjadi kurang bijak. Pada usia 30 tahun, seseorang seharusnya sudah memiliki prioritas yang matang, di mana keinginan sekunder seperti ponsel baru bukanlah hal yang seharusnya menjadi beban bagi orang tua. Dalam kondisi seperti ini, permintaan tersebut justru mengindikasikan kurangnya kemandirian dan pengelolaan prioritas hidup.
Umur 30 Tapi tingkah masih seperti bocah
Tragedi di Sidoarjo ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya peran keluarga dalam membentuk karakter dan pengendalian emosi anak. Diharapkan, kasus serupa tidak terulang di masa mendatang, dan masyarakat dapat lebih peduli terhadap kondisi psikologis anggota keluarganya.